KATHOPANISHAD

Vinneka Tunggal Eka   

 

BAB 1                                BAB 2                

 

Hindu-Dharma tanpa berbagai karya-karya adi-luhung Upanishad merupakan teori dan praktek berbagai ritual belaka tanpa filosofi penunjang sebagai dasar dari dharma itu sendiri.

Berbagai ragam Upanishad karya berbagai resi-resi agung dimasa lampau adalah pilar – pilar utama dari apa yang disebut sebagai agama Hindu dewasa ini. Keseluruhan ajaran-ajaran ini disebut juga sebagai Yoga (ilmu pengetahuan) demi penyempurnaan jalan kehidupan manusia agar dapat menyadari akan hakikat sebenarnya dari pengejawantahannya sebagai sepercik cahaya dari Sang Pencipta itu sendiri.

Tanpa berbagai Upanishad, agama Hindu bukan apa-apa, dan tanpa Kathopanishad berbagai Upanishad diibaratkan sebagai karya tulis tanpa alfabet. Begitu pentingnya Kathopanishad ini sehingga karya sastra ini disebut-sebut sebagai tulang punggung Hinduisme, tanpa Upanishad yang satu ini seorang guru sejati akan sukar menerangkan intisari sesungguhnya dari Hindu Dharma.

 

SEPATAH KATA

Diantara berbagai karya suci Upanishad yang diperkirakan tersisa 10 buah, karya klasik Kathopanishad ini mungkin merupakan yang paling mudah dimengerti oleh para peneliti.

Kata Upanishad ini sendiri di India diartikan sebagai Brahma – Vidya (ilmu pengetahuan tentang Sang Brahma). Kata Katho berasal dari kata Katha (kisah) dan karya ini dianggap paling sederhana untuk dicerna tanpa tercampur aduk dengan pengertian atau tafsir-tafsir lainnya yang banyak terdapat diberbagai karya Upanishad lainnya.

Dikarya ini Sang Atman Sejati yang merupakan pengejawantahan dari Sang Brahman diterangkan sebagai satu-satunya Realitas (Yang Maha Esa). Akar dari semua penderitaan dan bencana adalah Avidya (kekurang pengetahuan, kebodohan).

Secara salah atau tidak sadar manusia selalu merasa bahwa raga (badan) ini adalah Aku. Oleh karena itu untuk menyadari sang Atman jalannya adalah Vidya (ilmu pengetahuan).

Dalam karya ini Atma – Vidya yaitu ilmu pengetahuan tentang Sang Atman dituntut untuk diterangkan demi umat manusia oleh seorang sishya yang masih bocah kepada Yama Raja (Yama dewa, yaitu Dewa kematian). Karya ini sebenarnya sangat sederhana sekali sifatnya, dan menyimpulkan secara sederhana juga bahwasanya pencapaian akan Hakikat Sang Atman adalah tujuan kehidupan ini.

Setelah mencapai Atman yang penuh dengan berkah ini, ia berubah menjadi penuh dengan kebahagiaan. Sang Atman dijelaskan disini sebagai Sang Jati Diri kita sendiri yang merupakan sumber dari Kebahagiaan Hakiki itu sendiri.

Untuk mencapainya (manunggal) seseorang harus faham dulu apa dan siapa Atman ini. Untuk mengetahuinya, janganlah ia dianggap sebagai objek penelitian atau ilmu pengetahuan karena Beliau adalah Sang Chaitanya (Yang Maha Agung dan Maha Bersinar).

Sehari-harinya seseorang manusia bahkan tidak sadar bahwa setiap perilaku tindakan-tindakannya sebenarnya dikarenakan oleh Sang Maha Agung yang bersemayam didalam diri kita sebagai Sang Atman. Oleh karena itu Ibunda Sruthi (seluruh karya agung dalam bentuk ajaran Dharma disebut Ibu Sruthi) dengan penuh takut dan kesedihan bersabda, “Bangkitlah, sadarlah Bersujudlah kepada kaki para Mahatma, (yang jiwanya telah sadar), pahamilah akan Sang Atman ini!  Sadarilah akan Sang Atman ini!”

Dalam karya ini tersimpan cara untuk mencapai dan menyadari hakikat sejati dari Sang Atman ini. Ada suatu petunjuk yang harus diperhatikan oleh para pembaca, bahwasanya Sang Atman hanya dapat dipikirkan dan disadari serta diingat oleh seseorang yang tenang, dan yang pikirannya terkendali, bukan oleh ia yang penuh nafsu keserakahan, yang penuh dengan kekhawatiran dan yang jalan pikirannya (bathinnya) kacau dan penuh dengan kegalauan.

Berbagai ilmu pengetahuan akan sia-sia saja kalau dipraktekkan oleh seseorang dengan sifat-sifat diatas, sebaliknya seseorang yang tenang akan segera berubah menjadi Atma-Vit (jiwa yang tersadarkan) begitu ia bersentuhan dengan ilmu pengetahuan ini.

Vairagya (Pemasrahan total semua objek-objek sensual dalam kehidupan ini) diterangkan dengan amat menarik dikarya agung ini. Yama Raja gagal total sewaktu ia menawarkan berbagai kenikmatan dan harta benda duniawi kepada Nachiketas karena ia menolaknya secara spontan.

Konsentrasi bathin (pikiran) adalah upaya yang teramat vital agar seseorang mendapatkan hubungan langsung dengan Sang Jati Diri (Atman) dan menyadari akan Hakikat Sang Paramatman yang merupakan Kesempurnaan Yang Absolut.

“Sewaktu kelima indrya dan sang pikiran terkendali serta juga sang budhi menjadi stabil, maka tahap ini disebut yang paling tinggi (secara spiritual) dan disebut sebagai Yoga oleh para Yogi agung dimasa-masa yang lampau”.

Berbagai usaha pembangkitan Kundalini melalui praktek yoga di Barat dan di Timur hanyalah upaya sia-sia yang salah, kalau ingin menyatu dengan sang Atman.

Tanpa Vairagya, dan tanpa kendali diri, tidak ada yoga (ilmu pengetahuan). Jadi setiap pencari akan Kebenaran harus mendisiplinkan dirinya dengan berbagai upaya seperti : Selalu berbuat kebaikan tanpa pamrih, pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermeditasi (dhyana) kepadaNya, mengingatNya selalu melalui berbagai tindakan-tindakan kita sehari-hari. Berbagai Upasana seperti Japa dan meditasi kepada bentuk-bentuk Tuhan  yang dihayatinya harus dilakukan demi pembersihan jiwa raganya.

Percuma saja menghadiri berbagai seminar spiritual dan berguru kesana kemari tanpa melakukan disiplin terhadap jiwa raga kita sendiri. Juga harus diingat ilmu pengetahuan tentang Atman ini baru merupakan tahap awal saja, karena apa yang tersirat dalam Kathopanishad ini masih banyak anak tangga yang harus didaki untuk memahami apalagi mencapai Keberadaan Realitas Sejati itu sendiri.

Menurut penelitian ahli-ahli Barat, Kathopanishad berasal dari kurun waktu sekitar 500 B.C. dan Bhagavat-Gita sekitar 250 B.C. tetapi para guru di India berpendapat bahwa Bhagavat-Gita banyak bersumber ke Kathopanishad, dan tak dapat disangkal lagi karya ini merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan dan inspirasi terpenting mengenai Hindu Dharma.

Para peneliti spiritual di India dimasa silam berkesimpulan bahwa kita tidak boleh merusak belukar pepohonan mawar untuk mendapatkan mawarnya, tetapi biarkan pepohonan (rumpunnya) bertumbuh secara alami sesuai dengan kodratnya dan bunga-bunga mawar ini akan tumbuh sendiri dan secara mudah akan terpetik oleh kita.

Kathopanishad dengan indah memuat pernyataan-pernyataan mengenai “tujuan” dan “jalan ke tujuan tersebut”.

Dengan bathin dan hati sanubari yang bersih, silahkan menikmati, mempelajari dan menghayati karya suci yang adi-luhung ini yang telah menjadi sumber inspirasi dan pelajaran sampai dengan saat ini.

 

Om Santihi, Santihi, Santihi.

 

Disarikan dalam bahasa Indonesia yang sederhana oleh  mohan m . s. 

 

 

Kembali ke halaman induk Shanti Griya