10
![]() |
PANTANGAN PENGGUNAAN KAKI |
Vinneka Tunggal Eka |
Hampir seluruh masyarakat di dunia ini mempunyai semacam pantangan dan tabu yang wajib tidak dilanggar karena dapat menimbulkan situasi yang tidak mengenakkan, tidak menyehatkan dan juga tidak satvik sifatnya, begitupun di dalam tradisi dharma secara luas, tidak diperkenankan menyentuh buku, lontar, benda-benda yang disakralkan, kepala (kecuali orang tua yang menyentuh sebagai sentuhan karunia), makanan dan lain sebagainya, dengan kaki. Kalaupun terjadi secara tidak sengaja, maka harus disentuh ulang dengan kedua tangan kita dan kemudian dioleskan di kedua mata kita sambil memohon maaf. Alasannya : buku adalah sumber ilmu pengetahuan; benda-benda atau alat-alat suci dipergunakan sebagai dedikasi kepada Yang Maha Esa, kepala adalah lokasi bersemeyamnya Sang Atman, jadi semua itu harus dijaga kesakralannya. Memijit kepala orang lain sebenarnya tidak dianjurkan, sebaliknya meletakkan kedua tangan kita, bagian depan, ke leher si sakit dan keduanya berpranayama sangatlah baik untuk yang lemakukan dan yang menerima terapi tersebut. Sesudah itu yang memegang atau menyentuh leher ini harus mencuci tangannya agar dirinya tidak tertular prana si sakit tersebut. Berbagai pantangan ini berasal dari ajaran para resi dan tradisi setempat dan dalam banyak hal masih berlaku di berbagai sudut bumi ini.
Setiap tahun pada hari puja Dewi Saraswati atau Puja Ayudha yang ditujukan kepada dewi ini, maka berbagai pusaka-pusaka, kitab-kitab suchi dan berbagai instrumen sakral disucikan. Di Bali selain hari khusus untuk pemujaan kepada Dewi Saraswati ada hari Pagarwesi. Di India kedua hari ini sering digabung dan disebut Puja Ayudha.
Bagi para pelajar, guru dan kaum intelektual dari berbagai bidang ilmu baik spiritual maupun duniawi (sains) dianjurkan memuja Dewi Saraswati setiap hari dengan menggunakan mantram di bawah ini, sebelum memulai pelajaran dan ajaran, apalagi pelagaran shashtra-widhi. Doa ini sangat baik dan bermanfaat bagi sang pengajar dan sang pelajar. Pada hakikatnya sebenaranya merupakan disiplin kesadaran kita sendiri.
OM
Saraswati nanasthubhyam
Werede kama rupini
Widhyarambham Karishyami
Sudhirbhawatu me sada.
OM
Wahai Dewi Saraswati, pemberi
Karunia dan berbagai hasrat,
Aku bersujud di hadapanmu
Sebelum memulai pelajaran-pelajaranku.
Semoga Dikau senantiasa memberkahi
Doa-doa permohonan ini.
Seandainya dari kecil kita semua telah terdidik bertata-cara secara satvik, maka tatanan rumah tangga dan masyarakat pada umumnya tidak akan rancu seperti dewasa ini (di Indonesia dan berbagai negara lainnya). Di Indonesia pelajaran budi-pekerti telah lama dihilangkan oleh rezim orde-baru, itulah sebabnya sumber daya masyarakat kita ibarat liar dan tidak berbudi-pekerti lagi. Masih baik masih banyak yang eling, kalau tidak bagaimana nasib negara.
Selain di atas ada larangan duduk di palang pintu, apalagi bagi anak gadis dan wanita. Kalau ada suatu benda yang posisinya terbalik, baik itu sandal maupun benda lainnya, maka semua itu harus diluruskan posisinya. Di balik itu semua ada alasan-alasan yang masuk akal, contoh duduk di tengah pintu, selain menghalangi keluar masuknya orang dan tamu, juga bagi pria-pria iseng dapat menimbulkan rangsangan seksual negatif, karena melihat paha atau aurat wanita yang tersingkap. Mengembalikan posisi benda yang terbalik akan mendidik kita untuk selalu membenarkan yang benar dan mengoreksi yang salah, apalagi kalau tatanan rumah-tangga rapi dan bersih, maka suasanapun akan terkesan sangat satvik. Semua ini adalah tata-cara bakti yang kecil, namun sangat besar manfaatnya bagi kita semua.
Kembali ke daftar isi Cara Pemujaan Kembali ke halaman induk Shanti Griya