10
![]() |
|
Vinneka Tunggal Eka |
Di setiap rumah, kuil dan wihara kaum Dharma di India atau di mana saja di dunia ini, kita akan menyaksikan pelita-pelita kecil maupun yang besar dan serba dekoratif diletakkan di depan arca atau di ruang-ruang suci tertentu. Ada yang menyalakan terus-menerus selama 24 jam dan ada yang sekadar untuk pemujaan singkat; biasanya pelita-pelita ini menggunakan sumbu kapas dan minyak sayur atau minyak kelapa sebagai bahan bakarnya, karena minyak tanah atau bensin tidak satvik sifatnya dan cepat sekali menguap dan meninggalkan bau yang kurang sedap. Api suci ini disebut akhanda dipa (api suci penerangan dan ketenangan yang tinggi nilai spiritualnya).
Semenjak kurun waktu yang amat silam, di berbagai weda-weda telah disebutkan bahwasanya api adalah manifestasi yang Maha Kuasa dalam bentuk Surya dan Agni, tanpa unsur sakral yang satu ini dan disertai empat unsur lainnya, maka bumi dan alam semesta ini tidak akan eksis secara semestinya sampai dengan saat ini.
Dupa juga secara simbolis berarti ilmu pengetahuan yang menerangi kegelapan atau kekurangan-pengetahuan manusia. Yang Maha Esa adalah “Ilmu Pengetahuan Utama” itu sendiri disebut Chaitanya, yang dapat berarti sumber atau intisari, yang menerangi seluruh ilmu pengetahuan duniawi dan spiritual. Perihal ini dinyatakan secara terus-menerus oleh para rishi dari satu shastra-widhi ke shastra-widhi yang lainnya. Arti kata dewa sendiri juga berarti “cahaya yang terang-benderang”. Oleh sebab itu, api dihaturkan, dihormati dan dipuja sebagai salah satu manifestasi Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri.
Dengan menyalakan pelita di tempat-tempat tertentu, maka hal tersebut menandakan bawasanya YME hadir di tempat tersebut. Seandainya Anda menyalakan pelita kecil di ruang suci Anda sehari-hari dua kali, pagi dan malam, beserta sedikit bunga dan dupa yang harum, maka terciptalah suasana sakral spiritual pada saat itu juga yang akan menghantarkan pemujaan Anda dengan penuh rasa shanti.
Wadah pelita ini boleh saja terbuat dari keramik, gerabah, logam dan lain sebagainya yang tidak mudah terbakar, kemudian lintinglah kapas sedikit dan celupkan ke minyak sayur baru kemudian dinyalakan. Lilin juga dianggap memadai sebagai pengganti pelita ini, atau pelita yang mengambang di dalam sebuah cawan, juga dapat dibeli di toko atau wihara yang menjual alat pemujaan Buddhis.
Para resi berpendapat bawasanya ilmu pengetahuan itu menghancurkan kegelapan dan kebodohan, oleh sebab itu ilmu pengetahuan dianggap sebagai harta yang tertinggi di dunia ini, dan sebuah dipa yang kecil mungil akan senantiasa mengingatkan kita agar selalu menerangi diri kita dengan api ilmu pengetahuan ini.
Apakah lampu-lampu listrik yang mirip dipa diperkenankan untuk dipasang, boleh-boleh saja kata sementara guru, namun usahakan bahwa hal tersebut adalah upaya terakhir, karena minyak atau ghee adalah simbol dari wasanas (inti-nafsu) dan kecenderungan negatif. Api dipa selalu menyala mengarah ke atas; atas adalah simbol Yang Maha Tinggi. Salah satu sabda Sang Buddha yang juga disabdakan oleh Kristus adalah “Satu pelita (lilin) mampu menerangi seribu pelita lainnya.” Pesan ini sangat sarat akan makna, padahal pelita itu bisa saja hanya sebuah benda kecil, namun pada suatu waktu akan berguna sekali secara luas.
Sebagai seorang pemuja Hindu-Dharma sewaktu menyalakan dipa ini, sebaiknya kita melantunkan doa berikut ini, yang telah dihaturkan oleh para pendahulu kita dari masa ke masa:
DIPAJYOTIHI PARABRAHMA
DIPASARWA TAMO PAHAHA
DIPENA SADYATE SAEWAM
SANDYA DIPO NAMASTE
Aku bersujud ke sang api senja,
yang apinya bermakna Inti-sari Ilmu Pengetahuan Yang Maha Esa,
yang menghancurkan kegelapan dan kebodohan
dan melalui api suci ini semuanya dapat dicapai dalam kehidupan ini.
OM SARWAM BHUTAM MANGGALAM
Kembali ke daftar isi Cara Pemujaan Kembali ke halaman induk Shanti Griya