MUMUKSHU PRAKARANA

Vinneka Tunggal Eka                                       Menanti Jalan Kebebasan

 

Setelah selesai puja-puji Resi Narada tersebut, maka Resi Wiswamitrapun bersabda kepada Sri Ramachandra, “Wahai Rama dikau adalah yang terhebat di antara mereka-mereka yang telah mendapatkan pencerahan karena dikau telah layak untuk hal-hal yang layak difahami, dan bagimu tidak ada lagi yang harus diketahui. Karena dikau tidak memiliki kedamaian maka yang dikau perlukan lebih lanjut adalah sedikit upaya. Yang dikau perlukan pada saat ini adalah ilustrasi (upadesh) dan sekiranya dikau berdisiplin dalam pelaksanaannya maka segera dikau akan mencapai kebahagiaan Ilahi. Sang Resi kemudian mengisahkan kisah Resi Suka Muni yang pernah mengalami situasi yang sama dengan yang dialami Sri Rama. Resi Suka Munipun bijak layaknya sang Rama dan faham akan hal-hal yang layak difahami, namun beliaupun tidak mendapatkan kedamaian batin. Walaupun beliau telah mempelajari berbagai Weda dan shastra-shastra suci lainnya, beliau tetap saja tidak mampu mencapai Atmananda. Atmagyan tidak dapat diraih melalui kitab-kitab suci, melainkan diperlukan seorang guru utama yang hidup di dunia ini. 

Resi Suka Muni adalah putra Bhagawan Weda Wyasa dan ia telah mempelajari seluruh skripsi-skripsi suci dan memahaminya secara baik akan apa yang nyata dan apa yang tidak nyata, namun ia belum mencapai status Atmananda karena ilmu mengenai Sang Atma hanya mampu diwujudkan melalui seorang guru, dan resi Suka Muni tidak memiliki guru utama tersebut, sehingga ia selalu resah dan ragu-ragu sifatnya. Kemudian ia memohon petunjuk kepada ayahnya dan oleh ayahnya Resi ini diminta agar memohon tuntunan kepada Raja Resi Janaka (Biasanya antara ayah dan anak sulit untuk saling memahami). 

Mengikuti anjuran ayahnya, maka Suka Munipun berkelana ke kerajaan Raja Janaka di Mithilapuri. Sewaktu sang raja diberi tahu akan kehadirannya, beliau langsung memahami keadaannya. Namun untuk mencoba iman sang resi ini, maka Resi Suka Muni diminta agar menunggu di gerbang kerajaan. Selama seminggu Resi Suka Muni menunggu di pintu gerbang tersebut. Setelah itu Suka Muni pindah ke pintu gerbang lainnya, demikianlah setiap minggu ia diharuskan menunggu di pintu-pintu gerbang masing-masing selama satu minggu. Dan kemudian ia dijamu secara mewah oleh pelayan-pelayan istana. Sewaktu Raja Janaka mendengar bahwa sang resi tidak tampak menderita sewaktu menunggu dan tidak tampak bahagia sewaktu dijamu secara berlebihan, maka sang rajapun berkenan menerimanya. 

Sang raja kemudian bertanya maksud kedatangannya dan bagaimana upaya sang raja agar dapat menolongnya. Suka Munipun bertanya : “Bagaimanakah ilusi dunia ini diciptakan dan bagaimana ilusi ini kemudian sirna ?” 

Sang Raja membalas : “Dunia ini adalah ilusi (kreasi) yang berasal dari modifikasi atau sphurna (phurna) yang berasal dari chitta (kesadaran) dan sewaktu unsur chitta ini berubah diam, maka sirnalah ilusi dunia ini”. 

Suka Muni berkata : “Prabu, aku telah mendengarkan hal tersebut dari berbagai skripsi, dan juga dari ayahku, namun aku gagal mendapatkan rasa damai di dalam batinku. Sudilah menuntunku agar mampu mencapai tahap Atmananda”. 

Jawab Sang Raja : “Tidak ada jalan lainnya selain yang telah kukatakan kepadamu ataupun yang telah dikau fahami. Kalau dikau tidak mampu menghentikan berbagai modifikasi di dalam kesadaran chittamu, maka dikau tidak akan terbebas dari ilusi duniamu”. 

“Dunia ini adalah sebuah bentuk modifikasi di dalam kesadaran (chitta), sesungguhnya dunia ini tidak pernah diciptakan. Sang Atma senantiasa bersifat mandiri, murni dan kebahagiaan Ilahi. Seandainya dikau berupaya untuk jangka waktu yang lama dan secara terus-menerus maka dikau akan menghasilkan kedamaian. Berimanlah akan pengetahuan yang dikau miliki dan akan kata-kataku ini. Tanpa iman yang tebal akan sabda-sabda gurumu dikau tidak akan pernah mencapai Atmananda. Hanya iman saja yang dapat menuntun seseorang ke arah pembebasan dan hal ini sangatlah vital. Di samping itu penting sekali  bersikap tanpa hasrat sama sekali. Hasrat menuntun seseorang ke arah keterikatan dan menghalangi jalan kebebasannya, kebahagiaannya dan kedamaian Yang Maha Esa. 

Dengan penuh ketekunan Suka Muni mengikuti instruksi Raja Janaka dan lepaslah ia dari berbagai ikatan-ikatan dan rasa khawatir. Melalui upaya-upaya yang penuh disiplin Suka Muni akhirnya mencapai status yang mulia tersebut. Resi Wiswamitra kemudian berkata kepada Sri Vasishtha : “Wahai Resi Vasishtha, dikau adalah guru dinasti Raghu semenjak permulaan, dikaupun adalah seorang guru utama yang sempurna. Dikau pasti masih mengingat ajaran Sang Brahma kepadamu dan kepadaku di perbukitan Mandrachal. Sudilah mengajarkan ajaran tersebut kepada Sri Rama karena ia layak untuk menerimanya”. 

Sesuai dengan permintaan Resi Wiswamitra dan para resi-resi lainnya, Sri Vasishtha kemudian bersabda kepada Sri Rama, “Wahai Sri Rama, akan kuajarkan ajaran Sang Brahma yang diturunkan kepadaku dan kepada Resi Wiswamitra kepadamu, demi lestarinya para jiwa. Dengarkanlah dengan penuh perhatian”. 

Dengan ini dimulailah dialog gyana antara Sri Ramachandra dan gurunya Sri Vasishtha dalam bentuk tanya-jawab. Pertanyaan diajukan oleh Sri Rama dan jawaban diberikan oleh Sri Vasishtha Muni. Dialog ini merupakan inti utama karya shastra yang disebut Sri Yoga Vasishtha ini. 

Pertanyaan 1 : Prabu, dikau mengatakan bahwa Suka Muni mendapatkan Wideha-mukta, namun mengapa Sri Bhagawan Weda Wyasa, yang sarat dengan semua ilmu pengetahuan, tidak mencapai tahap tersebut ?“ 

Jawab :  “Ramji (Rama tersayang) tidak ada perbedaan antara seorang jiwan-mukta dan wideha-mukta, kedua-duanya adalah sama. Hanya orang yang bodoh yang merasakan perbedaan karena wacananya yang berbeda. Padahal tahap kebatinan keduanya bersifat identik, para orang suci tidak melihat perbedaan sedikitpun. Perbedaan satu-satunya adalah : seorang jiwanmukta walaupun telah manunggal dengan Sang Atman sadar akan keberadaan raganya, sedangkan seorang widehamukta tidak merasakan kehadiran raganya. Namun kedua-duanya telah manunggal dengan Sang Atman. Gelembung-gelembung air pada hakikatnya sama dengan air, yang berbeda hanya bentuknya. Perhiasan yang terbuat dari emas, juga namanya  emas, walaupun berbagai perhiasan ini menyandang nama yang berbeda-beda. Demikianlah kedua tahap yang di atas pada hakikatnya sangat identik, yang berbeda adalah namanya saja. 

Pertanyaan 2 : Prabu, apakah purushartha itu?

 

Jawab : Ramji, kata Purushartha terdiri dari dua buah patah kata: Purusha berarti Atman dan artha berarti hal-hal yang dilakukan demi Sang Atman ini. Setiap hal yang dilaksanakan demi penyatuan dengan Sang Atman disebut purushartha. Juga berbagai upaya untuk menstabilkan sang chitta ke dalam Sang Atman, melalui petunjuk para resi dan shastra-widhi juga disebut purushartha. Apapun yang timbul sebagai modifikasi Sang Atman bersifat dualistik, berubah menjadi total (absolut) atau disebut juga tahap kosong, akibat purushartha atau penitian spiritual ini. Itulah sebabnya purushartha sangatlah dihargai dan ditekankan pelaksanaannya.  

Pertanyaan 3 : Apa saja jenis-jenis purushartha ini? 

Jawab : Ramji (Rama yang kusayangi), purushartha terdiri dari dua jenis pelaksanaan. Yang pertama bertindak sesuai dengan instruksi dan ajaran shastra-widhi (buku-buku suci) dan yang kedua bertentangan dengan ajaran-ajaran ini. 

Pertanyaan 4 : Prabu, bagaimana dengan hasilnya masing-masing pelaksanaan? 

Jawab : Ramji, para peniti jalan spiritual yang mengikuti ajaran-ajaran shastra-widhi akan mencapai sang Atman, yang menentangnya tidak akan menghasilkan apapun juga. Seseorang mendapatkan sesuatu didasarkan akan cara-cara kehidupannya. Yang lahir berdasarkan tendensi-tendensi yang baik akan meniti jalan kebaikan, dan dengan tekadnya akan menang di jagat-raya ini. Mereka-mereka yang lemah  tendensinya akibat pelaksanaan di masa-masa yang lalu tidak perlu khawatir, karena semua itu dapat diperkuat melalui perbuatan-perbuatan baiknya di masa ini, dan pada masa kelahiran berikutnya iapun berhasil (Prarabdha). 

Pertanyaan 5 : Prabu, sebenarnya apakah purushartha itu dan bagaimana seseorang mampu mendapatkan manfaat dari hal tersebut? 

Jawab : Ramji, total ajaran yang telah dihayati melalui pengarahan para resi dan shastra-widhi disebut purushartha. Melalui jalan ini semata, maka Sang Atman dapat dicapai. Setelah mencapai tahap ini sang jiwa lalu tidak mendambakan apapun juga di dalam kehidupan ini. Iapun hidup secara berkecukupan dengan apa yang didapatkan secara normal. Tahap yang mulia dan agung ini hanya mampu diwujudkan melalui jalam purushartha semata. Para resi dan ajaran shastra-widhi hanya menunjukkan jalan saja, selanjutnya terserah kepada sang shadaka (peniti jalan) itu sendiri. Seseorang yang telah mendapatkan ajaran-ajaran ini namun tidak melaksanakan apapun juga hanya mendapatkan kehampaan belaka. Berasosiasi dengan jiwa tersebut sangatlah tidak dianjurkan. 

Pertanyaan 6 : Prabu, bagaimanakah bentuk purushartha ini pada awal penitian jalan spiritual? 

Jawab : Ramji, pada awal penitian jalan spiritual ini, sang jiwa seharusnya mematuhi disiplin-disiplin seperti berikut ini :

1.         Melaksanakan hal-hal yang bajik seperti yang diharuskan oleh norma-norma keluarga dan dharmanya (agamanya).

2.         Menjauhi perbuatan-perbuatan yang dilarang.

3.         Berasosiasi (berguru) dengan para guru dan mempelajari berbagai shastra-widhi dengan penuh perhatian. 

Sang jiwa selanjutnya harus melepaskan ikatan dwandas (dualistik yang saling berlawanan seperti : suka-duka, derita-kebahagiaan, panas-dingin dsb.), dan memajukan unsur-unsur kebajikan dan kebenaran. Ia kemudian akan mengalami fenomena-fenomena spiritual dan menghasilkan rasa damai, kelembutan, kesabaran dan pemasrahan total, dan wichar (kontemplasi, kesadaran) akan berkembang di dalam dirinya. Demikianlah secara lambat laun ia akan mencapai tahap Atmik dan terbebas dari berbagai belenggu duniawi. Inilah yang disebut purushartha. Tanpa purushartha sang jiwa tidak akan menghasilkan apapun juga. Seseorang yang malas berusaha ke arah spiritual dan menyerahkan semuanya itu kepada sang nasib, tidak akan mendapatkan apapun juga, ia melakukan kesalahan dalam konsep pemikirannya. 

Seseorang seharusnya tidak berpasrah diri kepada sang nasib, namun harus berupaya karena manfaat dihasilkan dari upaya bukan dari nasib. Sudah menjadi hukum alam bahwasanya sesuatu dihasilkan dari pelaksanaan dan upaya orang tersebut. Apabila seseorang telah berguru dan mempelajari shastra-widhi namun belum menghasilkan apapun juga, maka disebut bahwa manusia tersebut melaksanakan purushartha tanpa penghayatan sama sekali. Seseorang mencapai tujuan spiritualnya sewaktu ia menghayati berbagai upaya-upayanya. 

Pertanyaan 7 : Apakah daiwa (nasib) itu? 

Jawab : Ramji, purushartha dari kelahiran yang lalu menjadi penyebab bagi nasib kelahiran masa kini, itu saja. Sewaktu dikau mengasosiasikan dirimu dengan orang-orang yang suci dan mempelajari skripsi-skripsi suci, maka dikau akan menghasilkan manfaatnya pada masa kini. Seseorang pasti akan menghasilkan yang ditujunya melalui usaha-usahanya yang benar, tidak sesuatupun yang dapat diraihnya melalui bantuan orang lain. Hanya melalui purushartha sesuatu tujuan spiritual itu akan tercapai. Konsentrasi yang penuh terpusat kepada Sang Atman disebut purushartha, dan akan menghasilkan penyatuan yang dituju. Oleh sebab itu dikaupun seharusnya tidak bersandar kepada apapun juga dan terpusat kepada purushartha semata, dan dikau akan mencapai tujuan tersebut. 

Pertanyaan 8 : Prabu, siapakah yang disebut manusia superior (unggul)

Jawab : Seseorang yang telah mempelajari shastra-widhi dan mengikuti ajaran para orang suci dan telah menghasilkan kepekaan spiritual disebut manusia unggul. Bahkan seseorang yang paling rendahpun dapat mencapai tahap ini, melalui jalan yang benar. Demikianlah kedashyatan dan keagungan purushartha ini. Dunia ini adalah gudang penderitaan. Sewaktu seseorang kehilangan nuansa dualitasnya akibat ajaran-ajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan berbagai shastra-widhi dan pengarahan para guru, maka ia akan mencapai tahap yang utama tersebut. Inilah yang disebut purushartha. 

Pertanyaan 9 : Prabu, mengapa manusia di dunia ini tidak memiliki rasa kedamaian? 

Jawab : Ramji, sewaktu seseorang berjuang ke berbagai objek duniawi, maka ia akan terseret ke dalam kisaran sankalpa (ide-ide dan pemahaman ilusinya). Sang jiwa harus berjuang sekuat tenaga untuk menghapuskan berbagai sankalpanya, seandainya tidak maka ia tidak akan mencapai kedamaian dan pembebasan. 

Pertanyaan 10 : Prabu, apakah sankalpa itu? 

Jawab : Ramji, kesadaran murni adalah sang jiwa itu sendiri yang bersifat hakiki, dan berbagai ide-ide yang timbul darinya menunjukkan tahap sang jiwa, dan hal tersebut disebut sankalpa. Ego...... aku dan punyaku........adalah ide-ide yang utama dari sang jiwa ini, berdasarkan kekuatan modifikasi ini sankalpapun bangkit dan memfungsikan berbagai indriyas. Sang jiwa mampu mendapatkan kebebasan kalau seandainya berbagai ide (modifikasi) ini sanggup dihapuskan oleh purushartha. Tiada unsur lain yang sanggup membantu pembebasan ini kecuali oleh purushartha semata. 

Pertanyaan 11 : Prabu, apakah yang akan terjadi kepada sang jiwa yang tidak berhasil menghapus (mengalahkan) berbagai sankalpanya? 

Jawab : Ramji, sang jiwa seseorang yang tidak berhasil menghapus berbagai sankalpanya sesuai dengan ajaran-ajaran para resi dan shastra-widhi akan gagal mencapai kemurnian dirinya, ia akan terperangkap di dalam ikatan-ikatan nafsunya yang didasari oleh berbagai wasanas (intisari laten dari berbagai nafsu), ia akan berkelana terus dan tidak akan pernah mencapai kedamaian. 

Pertanyaan 12 : Bagaimanakah seseorang mampu mendapatkan manfaat dari kebajikan-kebajikannya? 

Jawab : Ramji, berbagai unsur-unsur kebajikan menguatkan daya intelegensia, dan intelegensia yang kuat membantu menstabilkan unsur-unsur kebajikan ini. 

Pertanyaan 13 : Prabu, bagaimana caranya untuk hidup sesuai dengan ajaran-ajaran para resi dan shastra-widhi? 

Jawab : Ramji, seseorang harus memfokuskan pikirannya ke arah berbagai indriyasnya berdasarkan ajaran para resi guru dan ajaran skripsi-skripsi suci. Hal-hal yang dilarang oleh para resi janganlah dilanggar, dan seandainya dikau menjalankan kehidupan ini sesuai dengan ajaran-ajaran tersebut maka dikau tidak akan terpengaruh oleh penderitaan dan kebahagiaan, dikau akan berubah menjadi murni dan menikmati kebahagiaan Ilahi. 

Pertanyaan 14 : Prabu, dengan resi semacam apakah seseorang seharusnya berasosiasi, dan shastra-widhi apakah yang layak dipelajari? 

Jawab : Ramji, dikau seharusnya mempelajari shastra-widhi dan berasosiasi dengan para resi guru yang sanggup memberikan kedamaian di dalam dirimu. Dikau harus membaktikan dirimu secara sungguh-sungguh kepada para guru ini. Juga dikau harus mempelajari berbagai shastra-widhi ini berulang-ulang, karena hanya jalan ini satu-satunya yang dapat menyeberangkan (menyeberangi) seseorang di jagat-raya yang maha luas ini. Pelaksanaan sat-shastra ini menjauhkan seseorang dari hal-hal yang bersifat duniawi dan memajukan wairagya (kesadaran spiritual). Akibatnya sang jiwa akan melupakan berbagai ide-ide yang ditimbulkan oleh egonya dan berkonsentrasi ke Atmannya semata, dan melalui upaya yang penuh disiplin ia akan mencapai tujuannya ini. Seandainya dikau menemui insan superior ini maka fahamilah bahwa insan tersebut berhasil karena upaya-upaya purusharthanya. Mereka yang lahir secara rendah, maka kemungkinannya adalah karena mereka tidak melaksanakan purusharthanya. Berjuanglah melalui jalan dan upaya ini, kalau tidak dikau akan lahir kembali ke tahap-tahap kehidupan yang lebih rendah. Tahap apakah yang lebih agung daripada tahap pembebasan yang disebut tujuan tertinggi? Lupakanlah sang nasib dan ikutilah ajaran para guru dan shastra-widhi agar dikau diselamatkan dari penderitaan lahir dan batin. 

Pertanyaan 15 : Prabu, apakah daiwa (nasib) itu? 

Jawab : Ramji, daiwa adalah tidak lain dan tidak bukan melainkan purusharthamu sendiri. Berbagai pelaksanaan di masa-masa yang lalu berakibat di masa kini. Oleh sebab itu melalui purusharthamu teguhkan dirimu di dalam Sang Atman. Seandainya seseorang melompat ke dalam kobaran api dan tidak terbakar sedikitpun, maka diperkirakan ada daiwa selain purushartha yang menolongnya agar tidak tersentuh oleh sang api, namun hal tersebut mustahil. Contoh lain, seseorang berubah tidak aktif, kemudian ada yang memasakkan makanan dan ia disuapi makanan tersebut, maka dikatakan ada unsur daiwa yang membantunya. Namun hal tersebut sulit untuk dicernakan oleh pikiran kita. Jadi ditegaskan bahwa hanya unsur purushartha sajalah yang sanggup menyelamatkannya dan mengatasi rasa lapar, juga dari kobaran api. Hal ini menunjukkan hanya perbuatan seseorang sajalah yang mampu menolong dirinya sendiri. Mungkin tidak diperlukan seseorang guru atau shastra-widhi bagi seorang peniti jalan, mungkin tidak perlu juga kode etik dan peraturan-peraturan spiritual, seandainya ada unsur daiwa yang bukan unsur purushartha yang dapat memungkinkan berbagai pelaksanaan, namun hal tersebutpun tidak berlaku seperti itu. Jadi dikatakan bahwasanya sang jiwa mencapai tujuannya melalui purushartha yang dilaksanakan berdasarkan ajaran dan petunjuk para resi guru dan shastra-widhi. Seseorang terbebaskan oleh dirinya sendiri. Terimalah kata “nasib” sebagai sebuah ilusi dan lupakanlah hal tersebut. Dengan mengikuti ajaran para guru resi dan shastra-widhi, dikau akan mencapai tahap yang mulia dan agung tersebut. 

Pertanyaan 16 : Prabu, dikau menyatakan bahwa daiwa (nasib) itu tidak eksis. Namun di dunia ini difahami secara umum bahwasanya Sang Brahmapun adalah daiwa dan setiap hal terjadi akibat dari penentuan sang nasib ini. Lalu bagaimana hal tersebut dapat terjadi? 

Jawab : Ramji, setiap insan harus merasakan akibat dari perbuatan-perbuatannya. Dikau boleh saja menyebut hal tersebut sebagai purushartha atau daiwa, namun sebenarnya kedua unsur sama saja artinya. Kata daiwa diciptakan untuk menolong konsep kepercayaan manusia yang kurang pengetahuannya. 

Pertanyaan 17 : Prabu, jelas bahwa dikau menyatakan bahwa daiwa itu bukan unsur. Namun yang memiliki nama dan bentuk seharusnya mempunyai eksistensi. Lalu bagaimana dikau dapat menyatakan bahwa daiwa hanyalah sebuah nama (kata)? 

Jawab : Ramji, kata daiwa telah terpaku di dalam jalan pikiranmu dan untuk menghapuskannya, aku mempergunakan kata tersebut. Kalau tidak, maka akan ada daiwa selain purushartha seseorang itu sendiri. Daiwa adalah nama lain purushartha tersebut, yang berarti pelaksanaan mewujudkan keinginan nafsu (wasana). Hasrat dan nafsu adalah krerasi ciptaan sang pikiran. Sang pikiran sanggup mendapatkan apapun yang dihasratkannya secara pasti. Hasil dari perbuatan baik dan buruk di masa lalu pasti akan terwujud kemudian. Hal ini diartikan sebagai daiwa. 

Pertanyaan 18 : Prabu, seandainya kebajikan dan kebatilan adalah akibat wasana dari masa-masa kelahiran yang lampau, lalu apa saja kekuatan yang dimiliki oleh sang jiwa ini? 

Jawab : Hal tersebut benar adanya,  namun seseorang yang superior melalui usaha dan upaya purusharthanya akan memiliki daya intelegensia yang tinggi, ia akan sanggup menetralisir kedua unsur kebajikan dan kebatilan ini dan mencapai kebebasannya. Semua ini menjadi mudah sewaktu seseorang menekuni ajaran para resi guru dan shastra-widhi. 

Pertanyaan 19 : Bagaimana caranya untuk mengenali tendensi-tendensi kebatilan dari masa lalu? 

Jawab : Ramji, sewaktu jalan pikiran bertentangan dengan ajaran-ajaran suci dan menyeret seseorang ke arah yang sesat, kenikmatan dan kemarahan (angkara-murka) atau bertentangan dengan kebajikan, maka dikatakan hal tersebut terjadi karena tendensi buruk di masa-masa lalu. Namun seandainya jalan pikiran terpusat ke asosiasi insan-insan yang suci dan ke arah skripsi-skripsi suci, maka dikatakan bahwa hal tersebut timbul akibat pelaksanaan yang bajik dari kelahiran-kelahiran di masa lampau. 

Pertanyaan 20 : Prabu, apakah yang harus dilakukan oleh seseorang yang jalan pikirannya lebih banyak mengarah ke jalur kebatilan? 

Jawab : Ramji, bekerjalan penuh semangat dan serius, dan berusahalah secara keras demi pencapaian kebebasan. Apakah dikau baik atau tidak baik, timbanglah dengan daya intelegensiamu (budhimu). Pergunakanlah kesadaran dan purushartha yang mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk. Inilah jalannya para insan-insan yang unggul (superior). 

Pertanyaan 21 : Prabu, siapakah yang disebut unggul dan yang disebut tidak bijak? 

Jawab : Seseorang disebut unggul seandainya ia melaksanakan purusharthanya sesuai dengan ajaran para resi dan shastra-widhi, dengan demikian ia menetralisir tendensi masa lalunya dan memupuk tendensi yang baik, ia disebut insan yang unggul. Orang yang berbuat sebaliknya disebut manusia yang tidak bijak. Manusia tersebut tidak mungkin mencapai kebebasan. Seorang yang bijak pertama-tama harus mengendalikan berbagai indriyasnya, kemudian sedikit demi sedikit ia harus melepaskan unsur-unsur kebatilannya. Dengan beritikad yang benar ia harus berjuang demi suci dan murninya jalan pikiran (antahkaran). 

Pertanyaan 22 : Prabu, apakah manfaat dari pikiran yang murni (antahkaran) ini? 

Jawab : Ramji, sewaktu sang pikiran dimurnikan oleh berbagai hasrat yang baik, maka ajaran-ajaran suci akan mudah terserap, dan akan tercapailah penyatuan dengan Sang Atman. Pada tahap ini sang jiwa akan terlepas dari semua pelaksanaan bahkan dari gyana (pengetahuan) itu sendiri. Yang tersisa hanyalah Sang Atman semata, lepas dari berbagai ide dan kesalahan (sankalpa-wikalpa). Itulah tahap kebahagiaan Ilahi. Dikau harus berjuang sekuat tenaga untuk mencapai tahap tersebut. 

Pertanyaan 23 : Prabu, bagaimana caranya menanggalkan wasana (intisari berbagai nafsu dan hasrat) dan keterikatan duniawi (kenikmatan, bhoga)? 

Jawab : Ramji, ada dua cara untuk menanggalkan bhoga ini : yaitu shama (keseimbangan) dan dama (pengendalian indriyas). Melalui shama seseorang menanggalkan berbagai hasrat dan nafsu, dan merasa cukup dengan apa adanya sesuai dengan prarabdhanya, tanpa terliput oleh perasaan suka dan duka. Dama adalah upaya melalui kendali prana seseorang, sehingga nantinya mampu menguasai berbagai indriyasnya. Sewaktu dikau melaksanakan upaya-upaya shama dan dama ini secara benar dan disertai oleh pemahaman yang benar, sesuai dengan ajaran para resi dan shastra-widhi, maka melalui kekuatan gyana, pikiranmu secara alami akan terserap ke Yang Maha Hakiki dan dikau akan mencapai kebahagiaan Ilahi. 

Pertanyaan 24 : Prabu, jalan apakah yang harus ditempuh agar seseorang tidak kembali ke arah penderitaan lagi? 

Jawab : Ramji, setelah mencapai pengetahuan Sang Maha Hakiki (Atma-tattwa), maka seseorang tidak akan tersentuh lagi oleh penderitaan. Pengetahuan ini didapatkan melalui konsentrasi (dyana, meditasi, samadhi). 

Pertanyaan 25 : Prabu, prinsip-prinsip apa saja yang tertera di skripsi-skripsi suci agar tercapai Atma-tattwa ini, yang memurnikan daya intelegensia dan mampu mengantar seseorang ke pencapaian Atma-tattwa? 

Jawab : Ramji, syarat pertama adalah keteguhan, iman dan keyakinan akan ajaran para guru, semua ini akan mengantar seseorang ke arah pembebasan. Seorang shadaka (peniti jalan spiritual) mendapatkan manfaat hanya melalui sikap yang teguh.

Kedua, seseorang harus menjauhi bersahabat dengan mereka-mereka yang kurang berpengetahuan. Sebaiknya ia bersahabat dengan empat unsur ini : a). Shama (keseimbangan pemikiran), b). Santosh (rasa cukup), c). Wichar (refleksi diri), d). Satsangh (asosiasi dengan para insan suci, bhakta lainnya). Dengan demikian segera tercapai pembebasan. 

Pertanyaan 26 : Prabu, apakah yang harus dilakukan oleh seseorang yang tidak mampu bersahabat dengan keempat unsur tersebut secara serempak? 

Jawab : Ramji, seandainya dikau tidak mampu bersahabat dengan keempat unsur ini sekaligus, maka lakukanlah secara bertahap dengan tiga, dua atau satu unsur saja. Keempat unsur ini sebenarnya sangat berdekatan. Sewaktu dikau bersahabat dengan yang satunya maka yang lain-lainnya akan mendekatimu secara otomatis. Barangsiapa bersahabat dengan keempat unsur ini maka ia akan hidup di dalam kedamaian. Jangan ragu-ragu berhubungan dengan mereka. Jalinlah hubungan dengan yang satu (salah satu) maka yang lain-lainnya akan bersahabat denganmu. 

Pertanyaan 27 : Prabu, bagaimana caranya menajamkan daya intelegensia (budhi)? 

Jawab : Ramji, refleksi yang tulus akan ajaran shastra-widhi dan bersahabat dengan kaum suci (termasuk satsangh) akan menghasilkan ketajaman dan kepekaan daya intelegensia. Hidup sesuai dengan kaidah yang diajarkan akan mengarah ke jalan pikiran yang murni, kemudian  segera terpercik api sang Atman di dalam diri manusia tersebut. 

Pertanyaan 28 : Prabu, bagaimanakah Sang Atman dapat direalisasikan? 

Jawab : Ramji, nafsu adalah tirai yang berada diantara sang jiwa dan Sang Atman. Sewaktu tirai ini disingkap maka terlihatlah sang Atman. Tirai ini dapat disingkap melalui pelaksanaan yang tulus akan ajaran-ajaran para guru resi dan shastra-widhi. Atau, melalui wairagya (pemasrahan total) dan upaya-upaya berdasarkan guru mantra yang dilaksanakan dengan penuh konsentrasi. 

Pertanyaan 29 : Prabu, bagaimanakah upaya yang harus dilakukan untuk menyeimbangkan sang pikiran ini? 

Jawab : Ada tiga upaya : a). Wairagya, b). Wichar, c). Abhyasa (upaya-upaya spiritual). Sewaktu sang jiwa terserap ke dalam tiga upaya ini maka kekuatan spiritualnya akan menanjak, pikiran orang tersebut tidak penuh lagi dengan berbagai ide, yang berarti ia kembali ke jati dirinya, ia kemudian memasuki tahap keseimbangan Atmik (Sang Atman). 

Pertanyaan 30 : Prabu, bagaimanakah upaya-upaya yang harus dijalankan agar sang jiwa tertarik kepada ketiga unsur di atas tersebut? 

Jawab : Ramji, nilai-nilai kebenaran ini biasanya berkembang di dalam diri seseorang akibat dari kelakuannya di masa-masa yang lampau, misalnya dari japa, tapa dan rasa berkecukupan (santosh) atau dari asosiasinya dengan kaum suci dan dari ajaran-ajaran skripsi suci. Karena sudah layak untuk secara spiritual untuk meningkat ke tahap gyana, insan semacam ini akan mencapai tahap Sang Atman. Seseorang yang telah menikmati kedamaian tahap spiritual ini akan senantiasa menikmati shanti. Penderitaan berasal dari ego yang hadir di dalam raga kita. Sewaktu ego-raga ini sirna, maka sang jiwa mencapai kebahagiaan Ilahi, semua ikatan-ikatan duniawinya terlepas, dan iapun bebas (dari dunia ini). 

Pertanyaan 31 : Prabu, apakah orang-orang suci bebas dari penderitaan dan penyakit? 

Jawab : Ramji, seorang suci sesuai dengan takdirnya akan mengalami berbagai penderitaan mental dan fisik. Namun orang suci ini mampu membedakan penyakit mana yang benar dan penyakit mana yang tidak benar, jadi ia tidak pernah terusik oleh semua penderitaan ini. Ia telah mempasrahkan dirinya secara total kepada Kehendak Yang Maha Esa dan senantiasa terserap di tahap spiritualnya. Hanya mereka-mereka yang kurang pengetahuannya yang bersikap tidak sabar dan terganggu oleh penderitaan mental dan fisik ini. 

Pertanyaan 32 : Prabu, pada saat seperti apakah seseorang mencapai kebebasan dan kebahagiaan Ilahi? 

Jawab : Ramji, seseorang harus memupuk wairagya di dalam dirinya sendiri, dan ia harus secara intensif berupaya secara spiritual sampai mencapai kebahagiaan Ilahi. Untuk itu diperlukan seorang guru yang sempurna dan dengan berbakti secara tulus kepadanya maka wairagya  seseorang akan menanjak kadarnya, dan selanjutnya dari titik tersebut seorang peniti jalan spiritual ini akan lebih bersemangat dalam upaya-upaya penitian spiritualnya. Tidak ada jalan yang lain, selain semangat yang tinggi. 

Pertanyaan 33 : Prabu, apakah yang akan terjadi kepada mereka-mereka yang bertentangan dengan Sang Atman? 

Jawab : Mereka-mereka yang menentang Sang Atman akan menderita sekali. Dengan meninggalkan jalan spiritual dan terserap ke dalam kenikmatan duniawi, maka orang-orang ini akan bersuara ibarat katak yang terperangkap di dalam lumpur. Orang-orang ini tidak akan pernah diselamatkan dari berbagai penderitaan. Barangsiapa melarikan diri dari jalan spiritual dan mengejar kenikmatan duniawi, akan selalu menderita dan pasti menghadapi kehancuran. 

Pertanyaan 34 : Prabu, seperti apakah bentuk asli dari jagat-raya ini? 

Jawab : Ramji, jagat raya ini tidak eksis. Apapun yang kita lihat, rasakan dan kita alami, terjadi karena kekurang-pengetahuan dan karena tidak adanya kontemplasi, kemudian hal tersebut disebut ilusi. Kalau saja jagat-raya ini memiliki suatu fondasi, maka aku tidak perlu mengajarimu. Karena jagat-raya ini tidak nyata kebenarannya, dan tidak dapat dirasakan melalui refleksi atau kontemplasi, bagaimana mungkin aku menerangkan bentuknya? Yang penting adalah dikau harus melaksanakan purushartha dan mampu membedakan antara yang benar dan yang tidak benar. Sewaktu tahap ini tercapai melalui bantuan seorang guru, maka ilusi akan jagat-raya ini akan menghilang. Seseorang yang bersandar kepada keluarga, teman, harta-benda, dewa-dewi dan makhluk-makhluk suci, tidak akan mencapai Sang Atman. Hanya dengan mengendalikan jalan pikiran saja, maka sang jiwa akan mencapai kebebasan karena jagat-raya ini adalah ide dari sang jiwa dan ia hadir di dalam pemahaman pikiran. Oleh sebab itu, sang pikiran dapat dikatakan sebagai unsur atau bentuk sang pikiran itu sendiri. Barangsiapa mampu mengendalikan dirinya disebut telah bebas. 

Pertanyaan 35 : Bagaimana upaya-upaya untuk mengendalikan sang pikiran ini? 

Jawab : Ada dua cara untuk mengendalikan sang jiwa dan kedua-duanya ini menambah kadar gyana, kedua unsur ini adalah keseimbangan (samana) dan rasa berkecukupan (santosh). Seseorang yang telah mendapatkan ketenangan setelah mendapatkan gyana, senantiasa tidak akan tersentuh oleh apapun juga, dan ia tidak akan menyadari akan hadirnya eksistensi atau non-eksistensi dunia ini. Jiwa semacam ini telah bebas dan terserap di dalam Yang Maha Hakiki. 

Pertanyaan 36 : prabu, apakah unsur yang disebut keseimbangan (shama) dan rasa berkecukupan ini? 

Jawab : Ramji, dari empat jalan ke arah moksha, maka dua diantaranya adalah shama dan santosh. Pengendalian diri sang chitta disebut sebagai shama. Alam semesta yang dirasakan hadir ibaratnya adalah sebuah fatamorgana (pantulan). Mereka yang kurang pengetahuannya mempercayai bahwa pantulan ini sebagai suatu kenyataan, mereka lalu berjuang sekuat tenaga demi kenikmatan-kenikmatan duniawi ini, namun mereka tidak pernah mencapai kedamaian. Sewaktu sang jiwa menarik chittanya dari berbagai objek-objek duniawi ini dan mengarahkannya ke Sang Atman, maka pada saat itulah ia mencapai kedamaian...... tahap Shiwa. Sewaktu ia mencapai tahap ini, maka semua halangan menjadi teman dan seluruh dosanyapun terhapus habis. Ia mencapai kedamaian sewaktu keseimbangan tercapai, maka daya intelegensianyapun berubah menjadi murni dan menghasilkan pencerahan. Pada tahap ini sang jiwa kehilangan rasa takut dan khawatirnya. Seseorang yang tidak memiliki rasa suka ke suara, rasa, bentuk, bau-bauan, sentuhan, dsb. disebut seseorang yang berkecukupan. Insan semacam ini tidak akan terpengaruh oleh kebajikan maupun kebatilan dan telah memiliki rasa keseimbangan dan kedamaian. Ia tidak akan terusik oleh penderitaan dan kenikmatan. Ia senantiasa tenang dan berbahagia batinnya dan jauh dari segala noda. Insan ini walaupun terkesan bekerja namun sebenarnya tidak melaksanakan apapun juga, karena ia tidak tersentuh oleh pelaksanaan tersebut. Seseorang yang memiliki rasa cukup adalah insan yang amat terhormat. Oleh sebab itu, seorang peniti jalan spiritual seharusnya berupaya mendapatkan keseimbangan. Tahap ini terjadi setelah berupaya penuh disiplin untuk jangka waktu yang lama. Sewaktu tahap ini tercapai, sang jiwapun menyeberangi dunia ibaratnya sebuah samudra ini.  

Pertanyaan 37 : prabu, apakah wichar (kontemplasi) itu, dan pada saat bagaimanakah unsur ini berkembang di dalam sang jiwa? 

Jawab : Ramji, sewaktu sang pikiran menjadi murni, maka kekuatan (wichar-shakti)pun timbul di dalam diri insan tersebut. Dengan memfokuskan diri ke guru-mantra, pada arti dan intisarinya, maka daya intelegensianya akan medapatkan pencerahan. Kemudian kegelapannya secara lambat laun akan tersingkirkan dari dalam dirinya, dan sang jiwa ini bebas dari ego-raganya dan mencapai moksha. Hanya melalui kontemplasi dan upaya keras saja, maka sang jiwa akan mencapai sesuatu. Barangsiapa telah mengupayakan kontemplasi secara sukses dalam usahanya ini, maka ia kan diselamatkan dari berbagai penderitaan. Apapun dipikirkannya secara hati-hati, maka hal tersebut adalah upaya untuk mencapai tahap yang agung dan mulia tersebut. Bahkan empat tujuan hidup yaitu : agama (dharma), artha, kama, dan moksha.....dicapai melalui kontemplasi yang penuh disiplin dan kerja keras. Apapun yang diusahakan secara benar dengan pikiran dan kontemplasinya akan tercapai. Oleh karena itu, dikau harus berkontemplasi ke Hakikat Yang Murni dan mencapai status yang penuh dengan kontemplasi seandainya ia mampu membedakan antara yang Nyata dan yang tidak nyata (Sat dan asat), melalui pemahaman, dan insan ini menanggalkan ketergantungannya kepada hal-hal yang bersifat tidak nyata dan senantiasa berupaya ke arah yang Nyata. Tanpa kontemplasi maka timbullah berbagai nafsu, kontemplasi membantu seseorang untuk menyingkirkan berbagai nafsu dan penderitaan, jadi hal ini membuktikan bahwa penderitaan hadir kalau seseorang tidak berupaya secara spiritual (kontemplasi). Sewaktu sang jiwa berupaya sesuai ajaran para guru dan shastra-widhis maka ia akan mampu untuk membedakan antara sat dan asat, dan ilusi duniawinyapun akan sirna. Di mana ada kontemplasi di sana ada kebahagiaan Ilahi dan sebaliknya malahan menimbulkan penderitaan dan kesedihan. 

Pertanyaan 38 : Prabu, bagaimana caranya menghilangkan ilusi keberadaan alam-semesta ini? 

Jawab : Ramji, eksistensi dunia ini terwujud dari sang pikiran. Karena tiadanya kontemplasi maka seseorang merasakan berbagai penderitaan dan kenikmatan. Sewaktu sang jiwa berusaha sekuat tenaga untuk memahami bahwa alam-semesta adalah salah satu aspek Sang Atman, maka ilusinya akan jagat-raya inipun sirna dan berbagai perasaan suka-duka dan baik-buruk terserap ke dalam Sang Atman. Keseimbangan tercapai oleh seseorang yang di dalam dirinya telah berkembang daya interospeksi dan kontemplasi. Purushartha yang disebut Wichar (kontemplasi) dan yang sebaliknya disebut non-kontemplasi (awichar). Kontemplasi, refleksi atau pikiran adalah obat bagi penyakit yang bernama nafsu. 

Pertanyaan 39 : Prabu, bagaimanakah wichar ini bangkit di dalam sang jiwa? 

Jawab : Ramji, pertama-tama sang jiwa (seseorang) harus menghadiri Satsangh (berasosiasi dengan para guru resi dan kaum sedharma), mendengarkan dan menghayati ajaran para guru dan shastra-widhi di dalam keheningan (kesendirian), memusatkan pikirannya ke makna dan intisari ajaran-ajaran ini. Begitu cara berpikir insan ini secara lambat laun mengkristal, maka iapun akan mencapai Atmagyan. Ibarat sebuah benda dapat disaksikan sewaktu ada cahaya, demikian juga halnya sewaktu sang jiwa berkonsentrasi ke intisari ajaran gurunya, maka ia akan mencapai Atmagyan. Namun seseorang yang anti pada upaya-upaya refleksi diri dan kontemplasi, tidak mencapai Sang Atman, walaupun ia telah mengikuti ajaran seorang guru atau mempelajari shastra-widhi. 

Pertanyaan 40 : Prabu, apakah yang harus difikirkan sang jiwa? 

Jawab : Sang jiwa ini seharusnya selalu berfikir : “aku ini siapa (apa)” atau Apakah jagat raya ini ?”, Bagaimanakah alam-semesta ini terwujud dan bagaimanakah ia akan mengalami kehancurannya?”. Seseorang harus memikirkan hal-hal tersebut melalui disiplin yang diajarkan sesuai dengan ajaran-ajaran para guru dan shastra-widhis, sekaligus memahami yang Sat dan asat. Dengan cara ini ia akan mencapai Sang Atman. Seseorang yang telah mendapatkan daya kontemplasi (wichar-rup siddhi) akan mendapatkan pengetahuan apapun juga. 

Pertanyaan 41 : Prabu, apakah rasa berkecukupan itu dan siapakah yang layak mendapatkannya? 

Jawab : Ramji, seseorang yang telah merasa cukup akan apa saja, tidak menghasratkan apapun juga, iapun tidak bergembira ataupun bersedih hati terhadap hal-hal yang menyenangkan ataupun sebaliknya. Insan ini senantiasa bersyukur untuk yang dimilikinya, apakah itu sesuatu yang baik maupun yang buruk. Ia selalu terserap di dalam Sang Atman, itulah sebabnya ia hidup secara berkecukupan. Insan ini selalu jauh dari berbagai hasrat. Ia tidak menginginkan sesuatu yang bukan dan yang tidak dimilikinya, iapun bersyukur dengan memiliki sesuatu yang tidak dihasratkannya. Semua miliknya dipergunakan sesuai ajaran-ajaran suci. Orang yang berperilaku sebaliknya senantiasa akan terliput oleh kekhawatiran dan kesedihan. Seseorang yang merasa cukup dengan apa adanya selalu damai di dalam dirinya dan tidak terusik oleh berbagai objek-objek duniawi. Di mana ada rasa cukup di sana tidak hadir lagi hasrat dan nafsu. 

Pertanyaan 42 : Prabu, apakah manfaatnya berasosiasi dengan orang-orang suci? 

Jawab : Ramji, bukan dengan bertirta-yatra ataupun melalui dana-punia, dan lain sebagainya maka Sang Atman dapat dicapai. Tahap Atmik (Atma-pad) hanya didapatkan akibat bergaul dengan orang-orang yang suci (Satsangh). Seseorang yang tidak memiliki ilmu-pengetahuan juga dapat mencapai Atmananda dan keabadian; dan ia yang terbungkus oleh kesedihan akan mendapatkan kebebasan seandainya ia datang ke sebuah satsangh. Di satsangh ini jalan pikirannya akan menjadi murni dan iapun mendapatkan pencerahan dari gyana yang memberkahinya dengan kebahagiaan Ilahi, selanjutnya berbagai hasrat duniawinyapun sirna dan iapun terserap ke dalam keheningan. Seseorang yang jiwanya dan raganya resah mendapatkan solusinya di sebuah satsangh. Di dalam satsangh ini hancurlah semua ikatan-ikatan duniawi dan sang jiwapun mencapai tahap yang abadi. 

Di mana salah satu jalan pembebasan spiritual ini hadir maka ketiga jalan lainnya juga akan hadir secara otomatis. Sewaktu shama hadir, maka hadir juga wichar, santosh dan satsangh. Seandainya dikau tidak bisa mendapatkan keempat-empatnya, maka berupayalah untuk yang satu dan yang lain-lainnya akan menyusul secara alami. Bahkan Hyang Brahma, Wishnu dan Shiwa juga memuja insan yang memiliki keempat unsur ini. 

Pertanyaan 43 : Prabu, jalan pikiran itu berkelana kian-kemari sepanjang hari, bagaimana mengendalikannya dan mengarahkannya ke Sang Atman? 

Jawab : Ramji, sang pikiran adalah ibarat seekor gajah yang dapat dikendalikan dengan cambuk interospeksi atau kontemplasi (wichar). Berbagai jenis nafsu (wasana) adalah penyebab berkelananya sang jalan pikiran ini. Sewaktu nafsu-nafsu ini menghilang maka sang pikiranpun akan tenang. Ada dua tahap (bhawa) pikiran ini yaitu : shubh (kebajikan) dan ashubh (kebatilan). Purushartha adalah jalan agar sang pikiran dapat ditarik dari tahap kebatilan dan diarahkan ke arah kebajikan. Sewaktu melalui interospeksi diri dikau menarik masuk pikiran ke dalam dirimu dan mengarahkannya ke Sang Atman, maka dikau akan mencapai tahap yang mulia dan agung tersebut. Awichar adalah musuh utama bagi sang jiwa. Sewaktu engkau menumpas musuh ini dengan tekad yang lurus dan benar maka secara alami dikau akan tertarik mendekat sang Atman. Selama berbagai tendensi ini diarahkan ke dunia, maka akan ada ikatan (karma). 

Pertanyaan 44 : Prabu, bagaimanakah agar kegalauan seseorang yang kurang pengetahuannya yang terikat ide-ide yang salah (palsu) dan pandangan duniawi (karma, sebab dan akibat), dapat dihapuskan? 

Jawab : Ramji, agar jiwa-jiwa yang kurang pengetahuan ini bersih, maka contoh yang dapat kuberikan adalah mimpi. Sekiranya dikau memahaminya dengan baik, maka kesalahan-kesalahan dan konsep-konsep palsumupun akan menghilang. Kebodohan tersebut hilang setelah sang jiwa menganalisa kehidupan duniawi ini melalui instuisi dan ajaran shastra-widhi, maka kebodohan akan hilang sedikit demi sedikit.  

Pertanyaan 45 : Prabu, bagaimana upaya yang harus dilakukan agar pemahaman pikiran akan keberadaan alam semesta ini dapat dihilangkan dari jalan pikiran seseorang (jiwa)? 

Jawab : Ramji, sewaktu seseorang secara konstan berfikir dan meneliti akan fenomena alam-semesta ini, bagaimana asal-mulanya, maka lambat laun ilusi akan keberadaannya tersebut akan hilang. 

Pertanyaan 46 : Prabu, apakah upaya-upaya yang harus dilakukan agar mendapatkan Atmagyan? 

Jawab : Ramji, Atmagyan hanya dapat dicapai melalui Wichar (kontemplasi atau pemusatan pikiran secara berkesinambungan). Bertirta-yatra, tapa-brata, dan dana-punia membantu menjernihkan pikiran seseorang, namun tidak menghasilkan gyana. Gyana ini juga tidak dihasilkan oleh mereka-mereka yang bodoh melalui berkah dewata, juga tidak dapat gyana ini dihancurkan oleh sebuah kutukan setelah berhasil dicapai. Sewaktu, melalui kontemplasi yang terus menerus seseorang berupaya dengan keras, maka tercapailah gyana ini. 

Pertanyaan 47 : Prabu, bagaimana caranya mendapatkan kebebasan dari penderitaan akibat kelahiran dan kematian? 

Jawab : Ramji, para jiwa-jiwa ini sangat takut akan kematian dan kelahiran, itulah sebabnya terjadi penderitaan yang amat besar. Kebebasan dari penderitaan yang amat besar. Kebebasan dari berbagai penderitaan dapat dicapai melalui disiplin dan kontemplasi yang tinggi kadarnya. Mereka-mereka yang mengabaikan upaya-upaya ini akan senantiasa terperangkap di dalam siklus kehidupan dan kematian. Mereka sangat menderita dan jauh dari tahap Atmik. Mereka yang telah terserap ke Atmagyan memahami seluruh ciptaan ini sebagai variasi dari berbagai aspek dari sang Atman, mereka ini tidak pernah berbahagia atau menderita dengan kebahagiaan dan penderitaan indriyas mereka. Sebaliknya karena telah bebas dari berbagai sankalpas sang pikiran, mereka ini senantiasa berpikiran seimbang. 

Pertanyaan 48 : Prabu, bagaimanakah sampai timbul ilusi akan keberadaan jagat-raya ini? 

Jawab : Hal tersebut timbul sewaktu Sang Atman dilupakan. Ilusi tersebut hilang sewaktu Sang Atmagyan tercapai. Sang jiwa langsung seimbang jalan pikirannya.  

Pertanyaan 49 : Prabu, perlukah seseorang berusaha amat sangat demi pencapaian Atmagyan? 

Jawab : Ramji, selalu diperlukan sedikit usaha sewaktu seseorang mencium  bunga atau memetik buah, namun usaha-usaha semacam ini tidak diperlukan untuk mencapai Atmagyan. Sang Atman bersifat pemahaman dan hanya dapat difahami dan disadari melalui  budhi (intelek spiritual) semata. Karena Sang Atman ini sifatnya adalah kesadaran atau yang disebut gyan-swarup (tahap pengetahuan spiritual), maka seseorang hanya memerlukan stabilisasi yang kokoh agar dapat terserap ke dalam pemahaman ini, jadi tidak diperlukan usaha (fisik) untuk pencapaian tersebut. 

Pertanyaan 50 : Prabu, apakah unsur Sat dan asat? 

Jawab : Ramji, sesuatu unsur yang eksistensinya tidak diragukan setelah asal-mula dan akhirnya difahami sebagai asat (tidak nyata). Dunia ini pada awal dan akhirnya terbatas pada status non-unsur, dan hanya dapat dirasakan pada tahap diantara tahap mula dan akhir saja. Oleh sebab itu dunia ini bersifat tahap asat dan sama dengan tahap mimpi.  

Sebelum dan sesudah bermimpi seseorang tidak menyaksikan mimpi tersebut, demikian juga dengan ilusi akan keberadaan alam-semesta ini. Oleh sebab itu ikatan alam-semesta dalam tahap kesadaran semesta ini tidak bermula dan dirasakan bagaikan ilusi, berdasarkan pemahaman jalan pikiran. Iapun dirasakan oleh pemahaman sang pikiran. Pada hakikatnya, hanya Sang Atman yang eksis tanpa sebab dan tanpa akibat, di dalam Dirinya Sendiri. 

Pertanyaan 51 : Prabu, atribut apa saja yang harus dimiliki oleh seseorang peniti jalan ke arah Sang Atman? 

Jawab : Ramji, hanya atribut yang membantu ke arah tersebut saja yang diperkenankan untuk peniti jalan Sang Atman ini, seseorang yang berasimilasi dengan ajaran para kaum suci adalah manusia yang super, namun seseorang yang menginginkan pengetahuan demi sebuah diskusi disebut tidak bijak. Seseorang yang mengikuti dan menghayati ajaran kaum suci secara berkesinambungan, akan mencapai tahap yang mulia dan agung ini. Tanpa kontempalsi dan upaya yang berkesinambungan maka tidak mungkin seseorang mampu mencapai tahap yang mulia dan agung ini. Empat unsur yaitu : shama, santosh, wichar dan satsangh dikatakan sebagai atribut-atribut khusus bagi pencapaian Sang Atman. Diskusi-diskusi yang kosong dikatakan sebagai hal yang bodoh oleh para resi. Sampai seseorang mencapai keseimbangan pikirannya maka sebaiknya ia berkonsentrasi terus kepada ajaran para gurunya. Sewaktu ia mencapai kedamaian dan ketenangan di dalam dirinya maka ia mencapai tahap turiya. Tahap ini adalah tahap keabadian, sewaktu tercapai maka sang jiwa inipun terbebaskan. 

Barangsiapa mencari Sang Atman.......Yang Maha Hadir dan Maha Murni........ diluar dirinya, maka ia adalah manusia yang kurang bijak, ia akan berputar-putar terus di dunia, memasuki berbagai pikiran yang tidak diinginkan di bawah pengaruh sankalpanya. 

Pertanyaan 52 : Prabu, seandainya hanya Sang Atman saja yang eksis, dan tidak ada unsur lain selain Atman, maka lalu mengapa Sang Jiwa berputar-putar dengan mengikuti unsur-unsur dwandas seperti “aku” dan “engkau”, “punyaku” dan “punyamu”? 

Jawab : Ramji, sang jiwa merasakan kehadiran alam-semesta ini oleh karena tidak memahami kehadiran Sang Atman, dan karena jiwa ini masih menyandang ego dan merasakan dirinya sebagai sebuah raga. Itulah sebabnya timbul konsep-konsep “aku-engkau” dan punyaku-punyamu”.  Itulah sebabnya ia merasakan senang dan susah. Ia merasakan dirinya sebagai sang pelaksana, bersikap ekstrovert (mengarah keluar) dan berputar-putar terus. Namun setelah melalui usaha-usaha kontemplasinya ia sanggup bersikap introvert (melihat dan mengarah kedalam dirinya), maka ia akan menyaksikan Sang Atman dan mendapatkan kebahagiaanNya. Sejak saat itu, ia tidak merasa memiliki raganya lagi dan terserap ke dalam Sang Atman. Ibarat seseorang yang terjaga dari mimpinya, maka rasa mimpi dan objek-objek mimpinya tidak hadir lagi, demikian juga dengan ilusi akan berbagai manifestasi inipun sirna dengan meleburnya jiwa tersebut ke dalam tahap Atmik. 

Pertanyaan 53 : Prabu, bagaimana mungkin unsur yang disaksikan (drishya) dan yang menyaksikan (dristha), atau dengan kata lain  alam-semesta ini dan yang menyaksikan alam ini dikatakan sebagai tidak nyata (tidak benar)? 

Jawab : Ramji, apapun yang terlihat dan terasakan adalah aspek—aspek atau potensi dari Sang Atman (Atma-satta). Alam semesta ini adalah salah satu aspek dari Sang Atman dan sang jiwa yang menyaksikanpun adalah salah satu aspek-Nya juga. Jadi setiap aspek adalah Sang Atman juga pada hakikatnya, tidak ada unsur-unsur lainnya selain Sang Atman, di luar itu, semuanya adalah ilusi ibarat ether (akash). Ibarat gerakan air dan angin, demikian juga dengan berbagai modifikasi Sang Atman ini, yang tersaksikan di jagat-raya ini. Berdasarkan iman yang teguh ini dikau akan mencapai tahap Atmik. 

Pertanyaan 54 : Prabu, apakah yang harus diupayakan oleh seseorang apabila ia tidak menghasilkan iman semacam itu? 

Jawab : Ramji, seandainya dikau tidak memiliki iman yang tegar ini, yang memahami universalitas Sang Atman ini, dan tidak mencapai tahap Atmik oleh karena hal tersebut, maka dikau seharusnya menanggalkan egomu. Dengan menanggalkan ego ini, maka yang tersisa hanyalah Sang Atman. Melalui upaya ini maka ego lembutpun akan hilang dan dikau akan menyadari Hakikat Sang Atman. Melalui upaya purushartha, dikau harus berjuang mencapai tahap Atmik.

\

 

Kembali ke halaman daftar isi Vasishta Yoga            Kembali ke halaman daftar isi Sastra