TAITTIRIYA UPANISHAD

Vinneka Tunggal Eka   

 

 

OM

Semoga Mitra  memberkahi kami dengan shanti,

Semoga Varuna  memberkahi kami dengan shanti,

Semoga Aryama  memberkahi kami dengan shanti,

Semoga Indra  dan Brihaspati memberkahi kami dengan shanti,

Semoga Vishnu  yang maha hadir memberkahi kami dengan shanti,

Puja-puji kami haturkan kepada Hang Brahman,

Puja-puji kepadaMu, Dikau sumber dari segala kekuatan.

 

Dikau adalah Hyang Brahman nan hakiki. Aku akan berwacana tentangMu.

Dikau kan kunyatakan sebagai yang murni di dalam jalan pikiranku

Dikau kan kunyatakan sebagai yang murni melalui bibirku. Ini.

 

Semoga kebenaran melindungiku, semoga kebenaran melindungi guruku,

Semoga kebenaran melindungi kita berdua. Semoga cahaya Sang Brahman bersinar di dalam diri kami berdua.

 

Dikau adalah Hyang Brahman, yang manunggal dengan aksara OM, yang hadir di dalam semua shastra-shastra suci . . . aksara yang maha kuasa, ibu dari semua jenis swara.

SudiKah Dikau meneguhkan diriku ini dengan kebijaksanaan nan murni.

Bolehkah aku, wahai Tuhan, menyadari akan Keabadian. Semoga ragaku tegar dan utuh; semoga lidahku terasa manis; semoga telingaku hanya mendengar puja-puji bagimu semata.

Aksara OM adalah sebenar-benarnya gambaran semata-mata. Melalui aksara ini Dikau dapat dicapai. Dikau berada jauh dari jangkauan intelek (budhi). Semoga aku tidak melupakan sesuatu apapun yang kupelajari di berbagai kitab-kitab suci.

 

Dikau adalah sumber dari seluruh bentuk-bentuk kebahagiaan dan kekayaan.

Sudilah bertamu (datang) kepadaku ibarat sang dewi kemakmuran dan mengkaruniakan berkahMu.

 

Semoga para pencari kebenaran mengerumuniku,

Semoga mereka datang dari arah manapun juga, agar dapat kuajarkan kepada mereka mengenai hakekat akan AksaraMu.

 

Semoga aku  berbentuk kebesaran diantara insan-manusia.

Semoga aku lebih “kaya “ dari “yang terkaya”

Semoga aku mampu memasukiMu, wahai Tuhan; semoga Dikau menghadirkan DiriMu kepadaku. Suci bersih aku jadinya oleh sentuhanMu, wahai Tuhan yang bermanifestasi dalam bentuk beraneka-ragam.

 

Dikau adalah tempat berlindung bagi  mereka yang menyerahkan diri mereka kepadaMu. Perlihatkanlah Diri-Mu kepadaku. Jadikanlah diriku ini milikMu. Aku mempasrahkan  diriku di bawah perlindunganMu.

 

Dikau adalah Tuhan, Yang Maha Abadi, Bercahaya senantiasa dari DiriMu Sendiri secara gilang-gemilang (keemas-emasan), di dalam teratai yang terletak di dalam hati sanubari setiap insan. Di dalam sanubari ini Dikau menampakkan DiriMu bagi mereka yang mencariMu.

 

Barangsiapa menyatu denganMu akan berubah ibarat seorang raja yang menguasai dirinya sendiri. Ia akan berubah menjadi pemimpin dari kata-katanya dan berbagai indriyasnya sendiri. Ia akan menjadi pemimpin di atas budhinya sendiri (yang menguasai budhinya sendiri).

 

Dikaulah Hyang Brahman, yang berwujud, ibarat ether; Yang Jati Dirinya adalah Kebenaran. Dikau adalah shanti yang sempurna dan keabadian, intisari kehidupan yang membahagiakan jalan pikiran. Bolehlah aku memujaMu?

 

OM adalah Hyang Brahman. OM adalah semuanya. Barang siapa bermeditasi ke OM akan mencapai Hyang Brahman.

 

Setelah mencapai Hyang Brahman, seorang  resi suci menyatakan :

 

“Aku adalah kehidupan. Keagunganku ini ibarat puncak sebuah gunung. Aku terkukuhkan  di dalam kemurnian Hyang Brahman.

Aku telah mencapai tingkat kebebebasan Hyang Jati Diri. Aku adalah Hyang Brahman, bercahaya sendiri; kekayaan yang teramat terang-benderang. Aku terliput oleh kebijaksanaan.

Aku adalah kebijaksanaan; Aku adalah Keabadian, yang tak terbinasakan.”

 

OM Shanti-Shanti-Shanti.

 

 

PESAN UNTUK SEORANG MURID 

“Semoga setiap tindak-tandukmu dilandasi oleh pelaksanaan yang benar, termasuk di dalamnya mempelajari dan mengajarkan berbagai skripsi suci; dilandasi oleh kebenaran dalam berkata-kata, perbuatan dan jalan pikiran; dengan menjauhi hasrat-hasrat duniawimu dan senantiaa berlatih (berbagai) tapa-brata; dengan mengendalikan dirimu; dengan senantiasa melaksanakan kewajiban-kewajibanmu sehari-hari dengan hati yang gembira  dan pikiran yang tidak terikat.”

“Berwacana secara benar. Laksanakanlah kewajibanmu. Jangan sekali-kali dikau abaikan pelajaran yang tersirat di berbagai skripsi suci. Jangan sekali-kali kau pangkas jalinan (ikatan) suci ini. Jangan sekali-kali melenceng keluar dari kebenaran. Jangan menghindari jalan kebajikan. Pujalah Keagungan.”

“Semoga ibumu menjadi  tuhan bagimu’

Semoga ayahmu menjadi tuhan bagimu;

Semoga para tamu menjadi tuhan bagimu juga;

Laksanakan berbagai tindakan yang tidak membawa fitnah bagimu.

Senantiasa berikanlah hormat bagi mereka-mereka yang agung.”

“Apapun yang dikau berikan kepada orang-orang lain, berikanlah penuh cinta-kasih dan hormat. Dana-punia seyogyanya diberikan tanpa disertai kekikiran, dengan bahagia, rendah diri dan kesabaran (pengertian).”

“Seandainya pada suatu saat dikau merasa ragu-ragu apakah dikau benar atau tidak, maka ikutilah perbuatan-perbuatan  para suci yang tanpa noda, yang penuh dengan berbagai keputusan yang bersifat bajik, dan merupakan perintah dari berbagai skripsi suci.”

“Senantiasa jagalah tindak-tandukmu dengan baik. Ini adalah petunjuk, ini adalah ajaran, dan merupakan perintah dari berbagai skripsi-skripsi suci.”

“Barangsiapa memahami Hyang Brahman maka ia akan mencapai tujuan yang agung dan mulia. Hyang Brahman adalah realitas yang hadir senantiasa, Beliau adalah ilmu pengetahuan yang murni, dan senantiasa abadi. Barangsiapa faham akan kehadiranNya di dalam relung hati sanubari (teratai), maka insan ini akan manunggal (bersatu) denganNya dan menikmati segala karuniaNya.”

“Dari dalam diri Hyang Brahman, yang adalah Hyang Jati Diri, datanglah ether; dari ether datanglah udara; dari udara datanglah api; dari api datanglah air; dari air datanglah bumi; dari bumi terciptalah berbagai tumbuh-tumbuhan, dari berbagai tanam-tanaman ini datanglah bahan makanan; dari bahan makanan lahirlah raga manusia. Raga manusia ini terdiri intisari bahan makanan, raga ini adalah lapisan fisik dari Hyang Jati Diri.”

“Dari berbagai bahan makanan ini lahirlah berbagai makhluk, yang hidup dari makanan dan setelah kematian, mereka kembali ke bahan makanan lagi. Bahan makanan adalah pokok dari segala benda. Oleh karena itu disebutkan bahwasanya makanan adalah obat-obatan bagi penyembuhan berbagai penyakit yang hadir di raga manusia (dan) makhluk lainnya. Mereka-mereka yang memuja makanan sebagai Hyang Brahman akan mendapatkan semua obyek-obyek materi (duniawi). Dari makanan lahirlah  semua makhluk –makhluk yang  setelah dilahirkan tumbuh bersandarkan  (bersumberkan) kepada makanan. Setiap makhluk menyantap bahan makanan; sewaktu kematian tiba, maka bahan makanan menyantap mereka.”

“Berbeda dari lapisan fisik raga ini, adalah lapisan vital. Lapisan ini berada  di dalam lapisan fisik dan berbentuk serupa. Melalui lapisan vital ini berbagai indriyas melakukan beragam kegiatan mereka. Melalui proses ini manusia dan berbagai  makhluk (fauna) dihidupi. Proses ini menentukan jangka hidup setiap makhluk. Barangsiapa yang memuja lapisan vital sebagai Hyang Brahman, akan hidup dan menyelesaikan jangka waktu kehidupannya. Lapisan ini disebut lapisan diti yang hidup dari lapisan fisik.”

“Berbeda dengan lapisan vital, adalah lapisan mental. Lapisan ini terlapis di dalam lapisan vital dan berbentuk serupa.”

“Kata-kata tidak akan mungkin mampu menuturkan keagungan karunia Hyang Brahman ini; sang pikiran tidak mampu menjangkaunya. Para resi yang memahami (fenomena) ini, bebas dari rasa khawatir. Lapisan mental ini adalah jati diri yang hidup dari lapisan vital.”

“Berbeda dari lapisan mental adalah lapisan intelektual (budhi). Lapisan ini terlapis di dalam lapisan mental dan berbentuk serupa.”

“Setiap tindakan (pelaksanaan), berbagai upacara pengorbanan dan ritual  lain sebagainya, dilaksanakan melalui budhi ini. Setiap indriyas menghormati lapisan budhi ini. Barangsiapa yang memuja budhi sebagai Hyang Brahman, tidak akan pernah  melakukan kesalahan; ia tidak akan pernah mengidentifikasikan dirinya dengan berbagai lapisan lainnya, dan tidak terpikat oleh berbagai hasrat dan keinginan sang raga.”

“Berbeda dengan lapisan intelektual (budhi) ini adalah lapisan sang ego. Lapisan ini terlapis di dalam lapisan sang budhi dan berbentuk  serupa.”

“Di luar jangkauan berbagai lapisan ini hadir Hyang Jati Diri. Sia-sialah kehidupan seorang manusia yang berpikir bahwasanya Sang Hyang Brahman itu tidak hadir. Hanya seseorang  yang memahami hakikat  Sang Hyang Brahman sebagai Yang Maha Hadir, akan benar-benar hidup.”

”Sesungguhnya pada saat-saat kematian seseorang yang bodoh tidak akan pernah mencapai Sang Hyang Brahman, namun hal ini dapat dicapai oleh seseorang yang bijaksana.”

“Menghasratkan agar menjadi banyak, agar dirinya berbentuk beragam-ragam, Sang Hyang Brahmanpun bersemadi. Dengan jalan meditasi ini, Beliau  menciptakan segala ciptaan.”

“Setelah menciptakan seluruh ciptaan ini, Beliau memasuki semua ciptaan ini, Beliau merubah Dirinya menjadi berbentuk dan tidak berbentuk (Saguna dan Nirguna Brahman), Beliau menjadi benda-benda dan makhluk-makhluk  yang dapat dikenali maupun yang tidak dapat dikenali; Beliau menjadi ciptaan-ciptaan yang memiliki penunjang dan juga yang tidak memiliki penunjang; Beliau menjadi berbagai ciptaan yang sadar dan juga yang tidak memiliki kesadaran. Beliau menjadi berbagai ciptaan yang  kasat mata (kasar) dan yang tidak kasat mata (halus, lembut). Beliau menjadi semua ciptaan apapun juga namanya; oleh karena itu para kaum yang bijak menyebutNya sebagai Yang Hakiki.”

“Berdasarkan kebenaran yang tertulis:  Sebelum penciptaan terjadi maka Hyang Brahman hadir sebagai Sang Hyang Tak Bermanifestasi. Darinya ini, Beliau menciptakan Yang Bermanifestasi. Dari Dirinya Beliau menciptakan Dirinya sendiri. Oleh sebab itu Beliau disebut sebagai Yang Menghadirkan Dirinya Sendiri.”

“Yang Maha Menghadirkan Dirinya ini adalah intisari dari setiap kehidupan (ciptaan). Siapakah yang mampu hidup, mampu bernapas, seandainya Hynag Jati Diri yang penuh dengan karunia ini tidak bersemayam di dalam relung (teratai) sanubari masing-masing?  Beliau  itulah sebenarnya pemberi kebahagiaan.”

“Sewaktu seseorang insan memahami hakikat akan kehadiranNya dan persatuannya dengan Hyang Jati Diri ….. yang merupakan inti kehidupannya, yang jauh dari berbagai indriyas, yang tak berbentuk, yang tak dapat dijabarkan, jauh dari segala julukan ….. maka pada saat itulah ia akan melampaui rasa khawatirnya. Selama masih ada sedikit perasaan bahwa Beliau terpisah darinya, maka akan hadirlah rasa takut tersebut. Bagi seseorang yang merasa dirinya  terpelajar, namun tidak memahami dirinya sebagai Hyang Brahman, yang sebenarnya menjauhkan segala bentuk katakutan, maka yang muncul malahan ketakutan itu  sendiri.”

“Berdasarkan sesuatu perihal  sehingga kebenaran ini tersurat: Karena takut akan Hyang Brahman, maka sang bayupun bertiup dan sang surya bercahaya; Karena takut kepada-Nya maka Indra sang dewa hujan, Agni sang dewa api, dan Yama, sang dewa kematian melaksanakan tugas-tugas mereka.”

“Siapakah yang dapat (mampu) hidup, yang mampu bernapas, seandainya Hyang Jati Diri yang penuh dengan karunia tidak bersemayam di dalam hati sanubari ini? Beliau itulah sebenarnya yang memberikan kebahagiaan.”

“Seperti apakah ciri-ciri kebahagiaan ini?

Bayangkan (bandingkan) dengan kekayaan (harta-benda) milik seorang pemuda yang datang dari turunan ningrat, yang terpelajar, cerdik dan pandai, kuat dan sehat, dengan segala kekuasaan dan kekayaan yang digenggamnya. Ibaratkan bahwasanya ia (teramat) bahagia, dan ukur dan timbanglah seluruh kebahagiaannya ini sebagai suatu kesatuan (unit).”

“Seratus kali kebahagiaan tersebut di atas adalah sama dengan satu unit kebahagiaan para Gandharvas; namun kebahagiaan para Gandharvas inipun tidak berarti seandainya dibandingkan dengan kebahagiaan yang didapatkan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri, dan insan ini tidak memiliki hasrat barang sedikitpun juga.”

Keterangan: Gandharvas adalah penyanyi, pemusik dan para penari di swargaloka. Pitris adalah leluhur yang telah meninggal dunia, dan semua makhluk sorgawi ini bersama para dewa-dewi, merupakan bentuk-bentuk ciptaan selain manusia, mereka ini hidup dan hadir di berbagai loka-loka di alam semesta ini.

“Seratus kali kebahagiaan Gandharvas ini sama dengan satu unit kebahagiaan para Gandharvas kahyangan, namun semua itupun juga sia-sia maknanya, seandainya dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Hyang Jati Diri, dan insan ini tidak memiliki sesuatu hasrat apapun juga di dalam dirinya.”

“Seratus kali kebahagiaan para Gandharvas kahyangan adalah sama dengan satu unit kebahagiaan para Pitris di swargaloka mereka, namun semua itupun sia-sia dan tak berarti dibandingkan dengan kebahagiaan yang didapatkan oleh seorang suci yang menyaksikan Hyang Jati Diri, dan tidak memiliki sesuatu hasrat  apapun juga.”

“Seratus kali kabahagiaan para Pitris di swargaloka mereka ini sama dengan satu unit kebahagiaan para Dewa; namun semua inipun sia-sia dan tak bermakna  sedikitpun dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hynag Jati Diri, dan ia sendiri tidak memiliki sesuatu hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan para Dewa ini sama dengan satu unit kebahagiaan Karna Dewa, namun semua ini sia-sia dan tak bermakna sedikitpun dibandingkan dengan  kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri, dan dirinya tidak memiliki suatu hasrat  apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan para Karma-Dewa ini sama dengan satu unit kebahagiaan para Dewa-dewa yang berkuasa, namun semua inipun sia-sia saja maknanya dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan  Sang Hynag Jati Diri di dalam dirinya, dan ia tak memiliki hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan para Dewa yang berkuasa ini sama dengan satu unit kebahagiaan Dewa Indra, namun semua inipun tidak berarti apapun juga dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri di dalam dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki hasrat  apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan Dewa Indra ini sama dengan satu unit kebahagiaan Hyang Brihaspati, namun semua inipun sia-sia saja kalau  dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri di dalam dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki suatu hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan Hyang Brihaspati ini sama dengan satu unit kebahagiaan Hyang Prajapati, namun semua inipun tidak berarti apapun juga dibandingkan dengan kebahagiaan seorang resi suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri di dalam dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki suatu hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan Hyang Parajapati ini sama dengan satu unit kebahagiaan Sang Hyang Brahman, namun semua inipun tidak berarti apapun juga dibandingkan dengan kebahagiaan seorang resi suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri di dalam dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki suatu hasrat apapun juga.”

“Ia yang merupakan Hyang Jati Diri di dalam diri manusia, dan juga Hyang  Jati Diri di dalam sang surya adalah satu Jati Diri yang sama. Sebenarnya, barang-siapa  faham akan kebenaran ini, maka ia akan melampaui dunia ini,  ia akan  melampaui lapisan fisik, lapisan vital, lapisan mental, lapisan budhi dan lapisan ego.”

Tersurat: “Barang siapa  yang faham akan kebahagiaan Hyang Brahman, yang  tak dapat  dijabarkan melalui kata-kata maupun tak dapat dijangkau oleh sang pikiran, maka orang tersebut lepas sudah dari rasa takut. Ia tidak akan tertekan oleh sang pikiran."  ”Mengapa aku tidak melakukan hal-hal yang baik?  Mengapa aku melakukan  hal-hal yang tidak baik?”. Barangsiapa mengenal kebahagiaan Hyang Brahman, maka dengan memahami kedua faktor tersebut yaitu kebajikan dan kebatilan, ia akan melampaui  kedua-duanya ini.”

 

Om

Semoga Sang Hyang Brahman melindungi kami,

Semoga Beliau menuntun kami,

Semoga Beliau menganugerahkan kekuatan dan pengertian yang benar,

Semoga cinta-kasih dan keseimbangan beserta kita semua.

 

Bhrigu dengan penuh rasa hormat menghampiri ayahnya Varuna, dan berkata: “Prabhu, sudilah mengajarkan kepadaku perihal mengenai Sang Hyang Brahman.” Dewa Varuna menerangkan kepadanya tentang lapisan fisik, vital, dan berbagai fungsi indriyas, dan menambahkan:

“Beliau dari mana semua  makhluk ini dilahirkan, Beliau di dalam mana semua makhluk ini berdiam, dilahirkan dan kemabli pada saat kematian ….. fahamilah Beliau ini. Beliau adalah Sang Hyang Brahman.”

Bhrigu kemudian bertapa-brata dan bersemadi selama suatu kurun waktu tertentu. Kemudian ia memahami bahwasanya bahan makanan adalah Hyang Brahman. Karena dari bahan makanan ini lahirlah berbagai makhluk, oleh makanan,  berbagai makhluk ini terpelihara, dan kemudian ke dalam unsur hara, yaitu pupuk alami, kembalilah semuanya ke bahan makanan lagi, (semua proses ini terjadi setelah para makhluk dan manusia ini mati).

Namun ilmu pengetahuan ini tidak memuaskan hatinya. Ia kembali ke ayahnya, Varuna dan berkata: “Prabhu, ajarkan aku akan Sang Hyang Brahman .”

Varuna menjawab: “Pelajarilah Hyang Brahman dari sisi meditasi, Samadi adalah Brahman.”

Bhrigu bermeditasi untuk suatu kurun waktu tertentu dan kemudian memahami  bahwasanya energi prima (utama) adalah Brahman. Karena dari energi utama ini, seluruh makhluk tercipta, diayomi dan ke negeri utama ini semuanya akan kembali setelah kematian.

Namun Bhrigu masih juga ragu-ragu akan ilmu-pengetahuan ini. Ia kembali  ke ayahnya dan memohon: “Prabhu, ajarkan aku mengenai Sang Hyang Brahman .”

Jawab ayahnya: “Pelajarilah perihal  akan Hyang Brahman  melalui jalan  meditasi. Samadi adalah Brahman.”

Bhrigu mengulangi lagi meditasinya dan memahami bahwasanya sang pikiran adalah Brahman. Karena dari sang pikiran  semuanya lahir, oleh sang pikiran mereka ini diayomi  dan ke dalam sang pikiran ini juga mereka akan kembali setelah kematian.”

Dalam keadaan yang masih ragu-ragu, iapun kembali memohon kepada ayahnya, “Prabhu, ajarilah aku mengenai Hyang Brahman ini”, jawab ayahnya: “Pelajarilah Brahman melalui meditasi. Meditasi (samadi) adalah Brahman.”

Keterangan: Meditasi bisa bermacam-macam bentuknya, dan untuk berbagai keperluan, seperti kesaktian, kesehatan dan sebagainya. Namun samadi adalah penggabungan diri di dalam meditasi, yang satu ini sulit untuk diajarkan, harus terjadi kontak pribadi antara Yang Maha Esa dan si bhakta.

Bhrigu kembali bermeditasi dan kemudian  memahami bahwasanya budhi adalah Brahman. Karena dari sang budhi ini lahir berbagai makhluk, diayomi dan kembali lagi ke dalamnya setelah kematian.”

Namun semua pengetahuan ini dirasa masih kurang, dan dengan penuh keragu-raguan ia kembali memohon kepada ayahnya dan mendapatkan jawaban yang sama.

Bhrigu bermeditasi lagi untuk suatu masa tertentu dan memahami bahwasanya kebahagiaan adalah Sang Brahman. Karena dari kebahagiaan ini lahir  berbagai makhluk, diayomi dan ke dalam kebahagiaan ini juga mereka ini semua kembali setelah kematian.

Inilah kebijaksanaan yang dicapai oleh Bhrigu, berkat ajaran ketat  dari ayahnya, dewa Varuna (Baruna).

Barang siapa mencapai kebijaksanaan ini, akan mendapatkan keagungan, bertambah kaya-raya, menikmati kesehatan dan bertambah terkenal.

Sang Hyang Brahman adalah tujuan meditasi, karena Beliau adalah sumber dari seluruh jalan pikiran, kehidupan dan berbagai pelaksanaan. Beliau adalah intisari dan kebesaran yang hadir di dalam kekayaan. Beliau adalah cahaya yang hadir di berbagai bintang-bintang. Beliau adalah semuanya (seluruh ciptaan).

Seandainya seseorang bermeditasi ke Sang Hyang Brahman, sebagai pelindungnya, maka ia akan dilindungi. Seandainya ia bermeditasi ke Sang Brahman sebagai Yang Maha Agung, maka iapun akan berubah menjadi agung. Seandainya ia bermeditasi ke Brahman sebagai sang pikiran, maka ia akan diberkahi dengan kekuatan intelektual (budhi). Seandainya ia bermeditasi  ke Sang Brahman penuh dengan kekaguman, maka iapun akan dikagumi. Dan seandainya ia bermeditasi ke Sang Hyang Brahman sebagai Brahman, maka iapun akan berubah menjadi Brahman.

Ia yang adalah Sang Jati Diri di dalam setiap manusia, dan Ia yang hadir sebagai Sang Jati Diri di dalam sang surya adalah satu (Yang Maha Tunggal).

“Aku adalah Sang Hyang Jati Diri tersebut! Aku adalah kehidupan yang abadi! Aku telah melampaui dunia ini ……! Aku terliputi oleh cahaya berwarna keemas-emasan! Mereka yang memahamiKu akan mencapai HakikatKu (Sang Realitas).”

 

OM SHANTI  SHANTI  SHANTI 

OM TAT SAT.

 

Dengan ini berakhirlah

Taittiriya Upanishad ini

 

 

Disarikan ke dalam Bahasa Indonesia yang sederhana oleh mohan.m.s  (Jakarta 18 Juni 2002)

 

 

Kembali ke halaman induk Shanti Griya