SANCHIT KARMA

Vinneka Tunggal Eka            

  

Di bab-bab yang lalu kita telah banyak membahas bagaimana mengendalikan Kriyaman-Karma melalui karma-yoga dan mengendalikan Prarbdha-Karma melalui bhakti-yoga selama menjalani kehidupan ini.

Sekarang mari kita bahas bagaimana caranya mengakhiri berbagai akumulasi Sanchit-Karma kita sebelum meninggalkan dunia yang fana ini, agar kita mendapatkan pembebasan yang abadi. Harap diingat sekali busur direntang dan anak panah dilepas, maka anak panah tersebut tidak dapat ditarik kembali. Demikian juga dengan berbagai Sanchit-Karma kita yang telah kita laksanakan pada masa-masa lalu kita akan selalu datang secara silih-berganti melalui berbagai kelahiran kita dari masa ke masa. Kita tidak mungkin sanggup menghitung jumlah dan kadar karma-karma masa lalu ini, karena ini semua berada di luar kemampuan akal dan nalar manusia.

Terkesan kita tenggelam di dalam kegelapan Sanchit-Karma kita. Namun Tuhan Yang Maha Penguasa ternyata memberikan jalan keluar melalui “Api Pengetahuan” (Jnanagni). Apakah Jnana (pengetahuan) itu dan apakah Jnanagni ini ? Jnana berarti pengetahuan hakiki mengenai realisasi Jati Diri seseorang itu sendiri. Pengetahuan akan Jati Diri akan berakhir pada tujuan akhir dari realitas kehidupan ini. Semua ilmu pengetahuan, sains, teknologi, geologi, biologi, dsb. adalah “jalan dan informasi”, dan bukan pengetahuan hakiki. Informasi dan jalan dapat berubah setiap saat, namun ilmu mengenai jati Diri yang Hakiki bersifat abadi.

Kata Jnani berarti seseorang yang telah memiliki ilmu akan Jati Dirinya sendiri yang bersifat absolut dan hakiki. Manusia ini akan sadar tentang masa lalu dan masa kininya. Insan semacam ini disebut Prabuddha (Jiwa yang telah sadar). Seluruh Sanchit-Karma insan agung ini konon dipercayai telah habis terbakar oleh api pengetahuan (realisasi-dirinya), begitu beliau sadar dari ilusi duniawinya.

Bagi kaum awam dalam berbagai agama, maka status seorang jnani amat sulit difahami. Dunia insan ini berbeda stratanya dibandingkan dengan manusia awam, walaupun kita hidup bersama di bawah satu atap. Bagi yang masih awam, di bawah ini ada sebuah ilustrasi penuh makna filosofis yang amat sarat.

Konon pada suatu masa, kata Shastra-Widhi, seekor bayi singa yang baru dilahirkan ditinggal mati oleh induknya. Namun sang bayi singa ini diselamatkan oleh seorang pengembala kambing. Seumur hidupnya anak singa ini besar dan hidup diantara kambing-kambing. Iapun merasakan dirinya sebagai seekor kambing. Suatu hari, seekor singa jantan dewasa datang menyerang kawanan kambing ini, akibatnya semua kambing lari ketakutan dan tercerai berai, termasuk anak singa ini. Singa jantan dewasa tercengang melihat kejadian ini. Dengan penuh kasih sayang ia mendekati anak singa dan bertanya mengapa singa kecil harus ikut takut kepada singa yang sejenis dengannya. Anak singa menjawab bahwa ia adalah seekor kambing, dan kawanan kambing amat takut dimangsa oleh singa. Singa dewasa mengajaknya ke tepi sebuah danau, lalu anak singa diminta untuk berkaca. Lambat laun anak singa sadar bahwa ia adalah seekor singa yang tersesat di antara para kambing. Ilusi duniawi telah merubahnya menjadi kambing padahal, hakikatnya ia adalah seekor singa. Tiba-tiba ia dapat mengaum dan berlari segagah singa-singa lainnya.

Pesan cerita ini adalah:

Bahwasanya kita semua ini sebenarnya memerlukan guru penuntun di dalam kehidupan spiritual kita. Seandainya Tuhan berkenan, maka pastilah kita akan bertemu dengan guru spiritual ini (yang bersifat Sat Guru). Dengan bantuannya yang tanpa pamrih, maka jalan kesadaran dan jalan spiritual kita akan terbuka, dan terungkaplah Sang Jati Diri yang sebenarnya hadir di dalam diri kita sendiri, yang merupakan Padmasana yang paling suci. Ilusi kita akan dunia materi ini akan segera sirna, dan masuklah kita ke jalan pengetahuan yang lebih hakiki. Di strata ini seluruh Sanchit-Karma konon akan habis terbakar oleh api pengetahuan Sang Jati Diri ini.

Seperti halnya berbagai jenis kayu, baik yang basah maupun yang kering, yang bulat maupun yang panjang, seandainya dibakar akan berubah menjadi arang. Demikian juga halnya dengan berbagai karma-karma kita ini, apapun namanya, akan terbakar oleh api pengetahuan ini. Manusia yang agung ini kemudian akan mencapai tujuannya yang benar, melalui jiwa-raga ini, ke pangkuan Tuhan YME.

Swami Vivekananda mengatakan :

“Bangun, dan sadarlah, jangan berhenti sebelum

tujuan hidup ini tercapai.”

 

OM SHANTI SHANTI SHANTI

OM TAT SAT

Mohan. M. S.

Cisarua, 24-11-2004

\

 

Kembali ke daftar isi Teori Hukum Karma        Kembali ke halaman daftar isi Sastra