SEJAUH APAKAH TUHAN MEMBANTU

Vinneka Tunggal Eka             MENGHADAPI FENOMENA PRARABDHA INI?

 

Sering manusia berkata bahwasanya Tuhan itu Maha Adil, namun mereka sering tidak mau mengakui bahwa Tuhanpun dapat bertindak Maha Kejam, kepada mereka-mereka yang bersifat destruktif di dunia ini. Ibarat mentari yang dapat bersinar terang dan mampu mematikan kuman-kuman di sekitar kita, atau memantulkan panas yang luar biasa di dataran gurun pasir yang gersang. Surya sendiri sama saja intensitas cahayanya, namun manusia yang merusak ozon, hutan dan lingkungan tidak sadar bahwasanya mereka dan anak cucu dan manusia lain akan terkena imbasnya.

Namun jalan bhakti-yoga yang tulus, yang berdasarkan iman yang suci, bersih dan murni ke YME akan banyak membantu menghadapi Prarabdha, daripada memakai jubah-jubah suci, rotasi ganatri, maupun japa-mantram yang palsu. Jalan bhakti di Bhagawat-Gita bab XII membuka horizon kita ke cakrawala bhakti yang benar. Sri Krishna bersabda :

“Bahkan seorang penyandang dosa yang paling hinapun, sekiranya ia memuja penuh bhakti ke arah-Ku tanpa pikirannya terpecah-pecah, maka ia harus difahami telah melaksanakan hal yang benar.”

Seseorang yang mencegah terjadinya perbuatan buruk melalui daya batinnya, sekiranya ia menyesal dan memperbaiki dosa-dosanya maka ia akan terlepas dari akibat-akibat dosa tersebut, dan lambat laun akan berubah menjadi suci dan murni. Dengan selalu berdyana (meditasi) minimum dua kali sehari, dan berdialog dengan-Nya yang hadir di dalam diri kita sendiri, memohon pengampunan akan dosa dan karma-karma buruk kita, maka lambat laun kitapun akan mampu menyeberangi samudra penderitaan yang maha luas ini. Di seberang sana YME akan menjulurkan tangan-tangan-Nya menyambut mereka-mereka yang telah mengalahkan diri mereka, bukan mereka yang menyombongkan agama, puja-puji dan kebesaran mereka.
  

Mengapa orang baik harus mati muda ?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 Karena ia adalah seorang pejuang. Seorang ksatriya harus selalu siap

menghadapi kematian. Sama halnya dengan Mahatma-Gandhi, maka

Munirpun harus menghadap Khaliknya dengan tragis, namun karma-karma

baik yang ditinggalkannya akan senantiasa menunjang nama harumnya.

Resi Takaram pernah berkata : “Aku adalah yang terendah dari yang terendah, dan terjatuh ke dalam lubang yang paling dalam, namun Dikau mengangkatku melalui kekuatan-Mu jua. Aku tidak memiliki kemurnian hati apalagi beriman teguh. Aku lahir melalui dosa. Berapa kali aku harus berteriak bahwa aku ini bodoh, dan lebih buruk daripada seseorang yang membutuhkan sesuatu ? Aku tidak dapat mengendalikan jalan pikiran dan perilakuku. Aku lelah dengan segala upaya ini, rasa damai dan istirahat telah jauh dariku. Sekarang aku berpasrah diri kepada-Mu. Aku bersandar ke kaki-Mu. Ampunilah aku, yang menyandang dosa ini, wahai Tuhan.

“Seorang resi sekaliber ini masih merasa dirinya hina-dina di mata Tuhan. Bukankah kita seyogyanya harus lebih waspada lagi.

Tidak ada dosa yang tidak terampuni oleh-Nya.

Beliau akan berkenan memaafkan begitu kita bersandar secara sadar kepada-Nya.

Sri Rama pernah bersabda :

“Barangsiapa mencariku agar dilindungi, walaupun sekali saja ia mencari-Ku. Ia akan kubebaskan dari rasa khawatir dan rasa ketakutan dari apapun juga.

“Puja-puji kita seharusnya tulus dan penuh bhakti, dan bukan jenis retorika ritual yang serba “wah-wah” dan gemerlapan. Tuhan pasti tidak akan terkesan dengan upacara semacam itu, tidak juga dengan betapa indah, panjang, banyaknya puja-puji, sesajen, ornamen-ornamen, dsb. Beliau akan terkesan seandainya puja-puji itu datang dari bhakti dan hati yang tulus, damai dan suci. Jadi kalau ada yang bertanya apa berguna kita melakukan ritual pembacaan doa mantram Gayatri selama dua puluh empat jam, jawabannya sudah jelas hadir di atas. 

\

 

Kembali ke daftar isi Teori Hukum Karma        Kembali ke halaman daftar isi Sastra