APLIKASI PURUSHARTA DAN KEPASRAHAN

Vinneka Tunggal Eka                               TERHADAP PRARABDHA

 

Tentu saja seseorang di dalam kehidupan masa kininya hanya akan mendapatkan apa yang telah tersurat di prarabdhanya saja.

Contoh Si A bernasib menjadi seorang presiden, itu adalah hasil prarabdhanya. Namun mempertahankan pekerjaannya (posisi) tersebut memerlukan purushartanya yang baik, efisien, kejujuran dan ketulusan hati. Tentu saja hasil pendapatan anda (plus harta benda) juga telah tersurat, namun penggunaannya adalah upaya-upaya masa kini. Seseorang di dalam hidupnya memerlukan sedemikian banyak keperluan seperti :

1.    Seseorang memerlukan rumah yang mewah, harta benda serba lengkap, kehidupan yang gemerlapan dan sebagainya. Semua ini dikenal sebagai sebutan ARTHA.

2.    Iapun memerlukan keluarga, anak istri, teman, kesehatan yang prima, indriyas yang lengkap dan segar, agar ia dapat menikmati harta bendanya ini. Hal ini disebut KAMA (hasrat untuk menikmati atau kenikmatan).

3.    Namun setelah menikmati kedua faktor tersebut di atas, ia masih saja merasa fakum (kosong). Iapun kemudian melakukan berbagai upacara dan prosedur agama (yadnya, yagna) seperti tapa brata, dana punya, pengorbanan, tirta yatra, yoga, dyana, dst.) kesemuanya ini disebut DHARMA.

4.    Toh ia masih belum puas dengan semua yang telah dicapainya itu. Kekosongan ternyata masih meliputinya juga. Ia bahkan haus dan dahaga akan nilai-nilai spiritual dan kehidupan yang lebih tinggi, iapun kemudian mengarahkan dirinya ke arah kebebasan, yang disebut MOKSHA.

 

Demikianlah Shastra-Widhi ( kitab-kitab suci) mendefinisikan keempat kategori kehidupan setiap manusia ini yaitu  Artha-Kama-Dharma-Moksha, juga menyangkut upaya dan pelaksanaannya seperti di bawah ini :

Ø      Untuk tujuan dharma dan moksha, seseorang harus senantiasa berupaya secara berkesinambungan (purusharta) dan jangan sekali-kali bersandar ke prarabdha.

Ø      Untuk tujuan artha dan kama, seseorang harus menyerahkan segala-galanya ke prarabdha, karena ia hanya akan mendapatkan jatah kebahagiaan dan penderitaan sesuai suratan nasibnya, apapun upaya-upayanya di masa kini.

 

Namun hampir sebagian umat manusia, yang terlanda oleh awidya menuju ke arah yang salah, dan kemudian tersesat dan kehilangan semuanya pada akhir kehidupannya. Bukannya berusaha demi dharma dan moksha, ia bahkan hanya bersandar pada prarabdhanya saja. Sehari-hari ia hanya mengumbar nafsu dan hasrat belaka (kama), dan mengejar harta duniawi yang amat nikmat. Ia lupa mengumpulkan harta dalam bentuk dharma dan moksha. Padahal raga manusia dirancang untuk keempat fasilitas di atas (dua bentuk duniawi dan dua bentuk spiritual).

Hindhu Dharma dengan berbagai Shastra-Widhinya tidak menentang kehadiran artha dan kama dalam kehidupan seseorang. Yang ditentang adalah harta yang dikumpulkan secara haram, penuh tipu daya. Demikian juga hasrat dan nafsu harus dilaksanakan secara dharmais bukan dengan menyengsarakan diri sendiri maupun orang lain. Yang utama dalam kehidupan ini adalah unsur dharma bukan artha. Artha sebagai sarana penunjang, berdasarkan dharma akan menjurus ke pemujaan yang tulus dan kebijakan yang dipenuhi rasa kesadaran akan hakekat kehidupan dan pendekatan ke Sang Pencipta, sebaliknya malahan akan menjurus ke arah kebatilan.

Dalam rambu-rambu dharma, seseorang diperkenankan untuk menikmati artha dan kamanya secara wajar dan tidak kebablasan. Kendali pada jalan pikiran dan indriyasnya akan mengarahkan insan ini ke moksha, sebaliknya akan terjerumus ke lembah dosa, papah dan kehinaan.

\

 

Kembali ke daftar isi Teori Hukum Karma        Kembali ke halaman daftar isi Sastra