|
BAB IV Ajaran Rahasia |
1 |
Berkatalah
Yang Maha Pengasih: 1.
Ilmu pengetahuan yang tak dapat habis ini Kusabdakan pada Vivasvan;
Vivasvan menyabdakannya kepada Manu; dan Manu menyabdakannya kepada
Ikshvaku. |
2 |
Begitulah pada masa yang silam para guru (resi) agung mengenal ilmu pengetahuan ini, dari satu ke yang lainnya, tetapi dalam kurun waktu yang lama kemudian, ilmu pengetahuan ini hilang (dilupakan) dari dunia, oh Arjuna. |
![]() Ajaran sejati ini amat kuno sifatnya, tetapi amat relevan sampai masa kini, dan hanya diajarkan kepada para adhikari yang terpilih. Itu sudah suatu ketentuan spiritual Ilahi. Para guru atau resi-resi yang agung dan suci, para pemikir atau filsuf dan raja-raja di masa silam menjadikan ajaran ini sebagai pegangan hidup mereka, sampai suatu saat dimana manusia melupakan ajaran ini.
|
|
3 |
Dan yoga
(ilmu pengetahuan) yang sama ini Kubukakan kepadamu hari ini,
karena dikau adalah pemujaKu dan sahabatKu.
Inilah rahasia yang amat agung sifatnya. |
4 |
Berkatalah
Arjuna: 4.
Kelahiran Dikau berlangsung kemudian, sedangkan Vivasvan terlahir lebih
awal. Lalu bagaimana mungkin daku
dapat memahami bahwa Dikaulah yang pertama kali menyabdakan yoga ini pada masa
awal dunia ini dibentuk?
|
![]()
|
|
5 |
Bersabdalah
Yang Maha Pengasih: 5.
Banyak kelahiran yang telah Kualami dan juga olehmu, oh Arjuna!
Aku mengetahui semua itu, tetapi engkau tak pernah tahu akan
kelahiran-kelahiran itu. |
![]() Sebaliknya jiwa manusia selalu dibatasi oleh hadirnya ketiga guna
(sifat prakriti), dan akibatnya tak pernah bisa ingat akan masa atau kehidupannya yang
lampau. Dilain sisi, raga kita ini
harus menjalani karmanya. Tetapi bagi
Yang Maha Esa, tak ada masa lampau, masa sekarang atau masa yang akan datang.
Baginya semua adalah sekarang, karena Ia hadir sepanjang waktu, dan
kelahiranNya sebagai manusia atau mahluk di bumi ini selalu karena terdorong
faktor KasihNya pada mahluk-mahluk yang harus dilindungiNya.
|
|
6 |
Walaupun Aku tak pernah dilahirkan dan DiriKu tak
terbinasakan, dan
walaupun Akulah Pencipta (Penguasa) semua mahluk; menghadirkan DiriKu kedalam
SifatKu, Aku lahir melalui kekuatanKu. |
![]() Di dalam salah satu pustaka kuno Hindu yang disebut Bhagavatta dapat kita
baca kelahiran Sang Krishna sebagai manusia itu ibarat terbitnya bulan purnama
di ufuk Timur. Jadi seperti sesuatu episode yang sudah direncanakan secara
khusus dan indah, dan bukan karena suatu efek karma.
|
|
7 |
Pada saat-saat dharma (kebenaran) turun ke titik yang rendah, dan kezaliman (tindakan
adharma) menanjak mencapai puncaknya,
maka Kuproyeksikanlah DiriKu. |
Dalam sloka ini Sang Krishna mengucapkan kata, “Kuproyeksikan DiriKu .
. . ,” ini berarti Sang Krishna atau Yang Maha Esa turun ke bumi ini, yang
lebih rendah derajatnya dibandingkan dengan tempat Ia bersemayam, karena
kasihNya kepada kita agar dapat bangkit lagi ke jalan yang benar, jalan dharma
yang lurus dan suci. Ia turun
sebagai titisan dari Sang Hyang Vishnu dari masa ke masa.
Inilah Kasih-Ilahi yang selalu tulus untuk manusia dan segala
mahluk-mahlukNya di alam semesta ciptaanNya ini. Om Tat Sat.
|
|
8 |
Demi membela
kebaikan, demi hancurnya yang zalim, dan demi teguhnya kebenaran, Aku selalu lahir dari masa ke
masa. |
Berbeda mungkin dengan ajaran-ajaran yang lain, maka dalam agama Hindu,
Yang Maha Esa selalu hadir dari masa ke masa untuk menyelamatkan evolusi manusia
ini dan mengarahkan lagi umat manusia ke jalan yang benar, baik itu dalam skala
kecil maupun dalam skala besar. Bhagavat
Gita sebenarnya kalau ditelaah dengan baik adalah suatu ajaran yang penuh dengan
harapan untuk mereka-mereka yang salah jalan; penuh dengan pengampunan dan
Kasih-Ilahi yang tak terbatas. Om Tat Sat.
|
|
9 |
Barangsiapa
mengetahui hal ini (Maksud Sang Krishna: Kelahiran dan PekerjaanNya yang
Suci ini) secara benar, maka ia tak akan lahir kembali setelah meninggalkan
raganya, tetapi ia datang kepadaKu, oh Arjuna! |
10 |
Bebas
dari nafsu, ketakutkan dan kemarahan; penuh dengan DiriKu, berserah total
kepadaKu, bersih oleh kebijaksanaan yang penuh disiplin dan dedikasi . . .
maka banyak orang-orang semacam ini yang telah mendapat DiriKu. |
Seseorang yang sudah lepas dari nafsu dan rasa amarah adalah yang jiwanya
sudah penuh dengan Kenikmatan Ilahi.
Orang semacam ini kalau melepaskan raganya akan lepas dari perputaran karma,
dan langsung menyatu dengan PenciptaNya (madbhava
magatah). Sang Krishna tidak saja lahir sebagai manusia, sering sekali Ia pun
datang kepada kita pada saat-saat tertentu dalam hidup setiap individu yang
membutuhkanNya, yang memujaNya secara tulus dan tanpa pamrih.
Ia datang dan berbisik, menuntun ke arah yang benar, sering sekali jalan
dan cara menuntunNya ini terasa aneh, misterius dan tak masuk akal, tetapi
dibalik itu semua selalu tersembunyi hikmah dan akhir yang baik untuk sang
pemuja ini. Bagi yang menyayangiNya dan yang disayangiNya maka bersihlah
jiwa orang ini lambat-laun da akhirnya bersatu dengan DiriNya. Om Tat Sat.
|
|
11 |
Jalan apapun yang diambil seseorang untuk
mencapaiKu, Kusambut mereka
sesuai dengan jalannya, karena jalan yang diambil setiap orang disetiap sisi
adalah jalanKu juga, oh Arjuna! |
Bagi seorang Hindu yang sejati semua kepercayaan terhadap Yang Maha Esa
dan agama adalah sama, yaitu jalan ke Yang Maha Esa semata, dan tidak ada alasan
lain untuk merobah atau mempengaruhi orang yang beragama atau berkepercayaan
lain untuk masuk ke agama Hindu. Seorang
Hindu yang baik akan selalu tunduk dan hormat melihat tempat-tempat pemujaan
agama lain, karena baginya yang ia lihat adalah jalan dan tujuan yang Satu,
yaitu jalannya Yang Maha Esa.
|
|
12 |
Mereka yang mengingini sukses di muka bumi ini memberikan pengorbanan
kepada para dewa (dan merekapun mendapatkan imbalan dari para dewa), karena di
dunia ini sesuatu tindakan itu cepat mendapatkan tanggapan (hasil). |
![]()
|
|
13 |
Kuciptakan keempat sistim kehidupan
(chaturvarnyam), sesuai dengan
pembagian guna (sifat-sifat prakriti) dan karma
(aksi dan kerja). Walaupun Aku yang
mencipta keempat sistim kehidupan ini, tetapi ketahuilah bahwa Aku tidak bekerja
dan tak pernah berganti-ganti (sifat). |
Sistim varna atau kasta ini sebenarnya adalah pembagian kerja dengan
konsep yang modern yang disebut kelas di negara-negara Barat.
Tetapi banyak masyarakat Hindu malahan menyalah-gunakan ini demi
kepentingan pribadi yang akibatnya menimbulkan diskriminasi sosial yang serius
yang mengacaukan agama Hindu itu sendiri, dan menjadi bahan tertawaan
orang-orang luar. Di satu pihak
orang-orang Hindu menjunjung tinggi nilai-nilai Sang Atman dan yakin terdapat
satu Atman yang sama di dalam semua mahluk, di lain sisi banyak orang Hindu yang
memutar-balikkan fakta-fakta tentang kasta ini dan menimbulkan diskriminasi
sosial yang rawan. Sistim yang
sebenarnya diciptakan untuk fungsi-fungsi sosial masyarakat ini seharusnya
dijalankan secara sejati dengan membiarkan seseorang untuk memilih profesi
kesukaannya secara sama derajatnya dengan profesi-profesi lainnya.
Konsep Sang Krishna bukanlah meninggi atau merendahkan derajat seseorang
tetapi secara demokratis membiarkan setiap individu berkehendak masing-masing.
Karena bisa saja seseorang yang lahir dengan kasta Brahmana secara
duniawi ini mempunyai jiwa patriotik dan ingin mengabdi sebagai seorang
keshatria dan begitu pun sebaliknya. Semua manusia didasarkan pada karma,
sifat-sifat prakriti dan jalan hidupnya, bukan berdasarkan pada sistim kasta
yang diskriminatif, atau jenis kelamin yang berbeda. Yang Maha Esa sendiri di sloka ini menegaskan bahwa Ia
sendiri walaupun sebagai pencipta sistim kasta ini tidak terlibat pada sistim
ini maupun pada sifat-sifat prakriti.
|
|
14 |
Tidak ada tindakan yang dapat
mengotoriKu; dan tidak pula Aku mengingini
suatu imbalan dari suatu tindakan. Barangsiapa
yang mengenalKu seperti itu tak akan terikat oleh karma
(aksi). |
Sebenarnya Yang Maha Kuasa adalah dasar dari setiap tindakan kita, tetapi
di mata manusia Ia tak pernah terlihat bahkan sukar untuk disadari kehadiranNya
di dalam diri kita karena kegelapan yang menyelubungi diri dan jiwa kita.
Walaupun Ia bertindak melalui diri kita, Ia sendiri sebenarnya tidak
terlibat atau terpengaruh oleh tindakan-tindakan ini, yang merupakan tindakanNya
Sendiri.
|
|
15 |
Mengetahui akan hal ini maka orang-orang dahulu kala telah bertindak sesuai dengan hal tersebut. Maka seyogyayalah dikau pun bertindak seperti orang-orang di masa silam ini. |
16 |
Apakah aksi
(tindakan) itu? Dan
apakan tidak bertindak (akarma)?
Kaum yang bijaksana pun kalut memikirkannya. Dengan ini akan Kuberitahukan kepadamu apakah aksi itu;
dengan mengetahuinya engkau dapat terhindar dari dosa (kesalahan). |
17 |
Seseorang seharusnya tahu apakah aksi itu
(perbedaan antara satu aksi
dengan yang lainnya), dan aksi apakah yang salah sifatnya (vikarma)
dan apakah non-aksi (akarma) yang
sebenarnya. |
![]()
|
|
18 |
Seseorang yang melihat
non-aksi di dalam aksi, dan aksi di dalam non-aksi,
maka diantara manusia orang ini disebut bijaksana (buddhiman).
Hidupnya penuh dengan keharmonisan (yutkah),
walaupun ia selalu penuh dengan berbagai aksi (atau perbuatan dan tindakan). |
Acapkali kalau kita naik kereta-api atau kendaraan lain, maka pepohonan
di kiri dan kanan kita seakan-akan bergerak padahal yang bergerak adalah
kendaraan yang kita tumpangi. Jadi
yang nampak adalah ilusi. Sebaiknya
kita pun dalam setiap tindakan kita berprinsip bahwa pekerjaan yang kita lakukan
itu sebenarnya adalah ilusi, dan kita sendiri sebenarnya tidak bekerja. Dalam aksi marilah kita lihat non-aksi, dan dalam non-aksi kita
praktekkan aksi. Non-aksi (akarma)
sejati tidak berarti tidak bekerja sama-sekali.
Misalnya kalau ada tetangga yang amat miskin sedang membutuhkan sesuatu
bantuan, dan walaupun ia tidak memintanya, seharusnya kita tidak diam-diam saja
tidak berbuat sesuatu kalau memang kita mampu melakukan sesuatu untuknya;
berdiam-diam saja tak mau tahu itu bukan non-aksi tetapi adalah vikarma
(aksi yang salah). Akarma
atau non-aksi yang sejati itu penuh dengan keharmonisan jiwa sang pelaku, orang
semacam ini selalu nampak tenang dan tidak tergesa-gesa dalam setiap tindakannya.
Akarma yang sejati selalu penuh dengan kepasrahan total yang tulus
kepadaNya, dan ciri-ciri khas dari tindakan akarma
yang sejati ini selalu merupakan tindakan yang positif bagi sesamanya, walaupun
secara duniawi bisa saja ia disalahkan. Tetapi
secara moral tindakan manusia semacam ini selalu bermotifkan kemanusiaan yang
agung sifatnya. Raja Janaka dan Suka adalah contoh dari dua orang manusia agung di masa
yang silam, yang betul-betul mempraktekkan ajaran ini, dan selalu melihat aksi
dalam non-aksi dan non-aksi dalam aksi. Non-aksi
yang sejati akan melepaskan diri seseorang dari semua nafsu-nafsu dan cinta
duniawinya, juga dari rasa egoisme pribadi tanpa kehilangan tanggung-jawab untuk
setiap kewajiban dan pekerjaannya. Inilah
yang disebut pasrah total kepadaNya secara spiritual.
|
|
19 |
Seseorang yang bertindak bebas dari segala bentuk nafsu (kama
sankalpa), seseorang yang setiap tindakannya terbakar bersih oleh api
kebijaksanaan (gnana-agni) -- orang semacam inilah oleh orang-orang yang
bijaksana, disebut seorang pandita (seorang yang suci, yang sadar akan
pengetahuan yang sebenarnya). |
Gnana-agni adalah api ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan apakah itu? Ilmu
pengetahuan yang mengatakan bahwa setiap tindakan sebaiknya dikerjakan tanpa
suatu nafsu atau keinginan pribadi dan berdasarkan pada penerangan Sang Atman
yang ada dalam diri kita sendiri. Api
dari ilmu pengetahuan ini akan membersihkan semua tindakan kita dan membunuh
nafsu-nafsu duniawi kita yang selalu butuh imbalan atau pamrih.
Pandita semacam ini amat bijaksana, karena ia melihat aksi dalam non-aksi.
Raga dan pikirannya selalu bekerja demi Yang Maha Esa dan sesamanya,
tetapi untuk dirinya sendiri ia tak pernah bekerja.
|
|
20 |
Seseorang yang telah menanggalkan rasa-keterikatannya pada setiap
tindakannya, selalu merasa cukup dengan apa adanya, tidak bersandar pada orang
lain, orang semacam ini tidak melakukan apa-apa walaupun ia selalu aktif bekerja. |
21 |
Tidak mengharapkan apapun
juga, hati dan dirinya terkendali, menanggalkan
semua keserakahannya, dan bekerja dengan raganya saja -- orang semacam ini tidak
bertindak dosa. |
22 |
Selalu merasa cukup dengan yang
didapatkannya, bebas dari rasa dualisme
yang bertentangan (dvandas), tanpa rasa iri atau cemburu, bersikap sama (balans) untuk
setiap sukses atau kegagalan -- walaupun ia bekerja ia tak terikat. |
![]()
|
|
23 |
Seorang yang keterikatannya telah
mati, yang telah bebas dari duniawi (mukta),
pikirannya telah teguh berdiri dalam kebijaksanaan, yang mengerjakan
pekerjaannya sebagai persembahan -- maka mencairlah semua tindakan orang semacam
ini. |
Rasa ego kita selalu mengatakan ini punyaku dan itu pekerjaan hasil
kerjaku, sehingga yang tercipta selalu adalah suatu keterikatan duniawi, dimana
kita sendiri terikat dengan ke-aku-an ciptaan kita sendiri.
Padahal semua ini bukan milik kita, karena dari mana kita datang dan
kemana kita akan pergi pun sebenarnya tidak ada manusia yang mengetahuinya
secara pasti. Yang hadir hanyalah
ilusi, dan tanpa kehendakNya tak ada yang mungkin bisa terjadi.
Jadi sebaiknya secara sadar bekerjalah selalu secara aktif, tetapi
jadikanlah pekerjaan itu sebagai suatu yagna
(persembahan atau ibadah pengorbanan) baginya.
|
|
24 |
Seseorang yang berpikir bahwa tindakan pengorbanan itu Tuhan
adanya.
Yang dikorbankannya juga Tuhan. Dan
oleh Tuhan pengorbanan itu dikorbankan ke Api Tuhan. Maka ke Tuhan jugalah pergi orang yang sadar akan Ketuhanan
dalam pekerjaannya. |
![]()
|
|
25 |
Sementara yogin (para pemuja) mempersembahkan sesajen kepada para dewa, (tetapi)
ada juga sementara yogin yang mempersembahkan “diri” mereka ke Api nan Agung. |
![]() |
|
26 |
Ada pemuja yang mempersembahkan pendengaran dan indra-indra lainnya ke
api pengorbanan (menjauhi kontak-kontak sensual indra-indra mereka dari
obyek-obyek indra-indra ini). Ada yang mempersembahkan suara dan obyek-obyek sensual mereka
ke api indra-indra mereka. |
![]() |
|
27 |
Ada juga pemuja yang mempersembahkan semua tindakan-tindakan indra-indra
mereka dan semua fungsi tenaga vital (prana)
mereka ke api yoga pengendalian yang diterangi oleh ilmu pengetahuan (gnana). |
28 |
Tetapi ada juga yang mepersembahkan harta-benda mereka
atau, dengan
menyakiti diri mereka sendiri, atau dengan disiplin yoga; sedangkan mereka yang
mempunyai tekad (atau iman) yang kuat mempersembahkan pengetahuan dan ajaran
mereka sebagai pengorbanan mereka. |
29 |
Ada lagi mereka yang penuh dedikasi dalam pengendalian nafas (pranayama),
yang mengendalikan jalan prana (nafas) yang dikeluarkan dan jalan apana (nafas
yang dimasukkan), dan mengalirkan prana ke apana dan apana ke prana, sebagai
persembahan mereka. |
30 |
Ada lagi yang sangat membatasi makanan mereka dan mengalirkan nafas
kehidupan (prana) mereka ke dalam
prana mereka sebagai persembahan. Mereka semua ini tahu apa arti dari pengorbanan, dan dengan
pengorbanan mereka menghapus dosa-dosa mereka. |
31 |
Mereka-mereka yang memakan sisa-sisa makanan suci yang tersisa dari suatu
persembahan (atau pengorbanan) akan mencapaiSang Brahman Yang Abadi (Tuhan).
Dunia ini bukan untuk orang yang tak mau mempersembahkan suatu
pengorbanan, apa lagi dunia yang lainnya, oh Arjuna! |
32 |
Begitulah banyak ragam cara pengorbanan yang dipersembahkan dihadapan
Yang Maha Abadi (cara-cara untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa).
Dan ketahuilah dikau bahwa semua itu lahir dari tindakan (atau perbuatan). Dengan mengetahui hal ini dikau akan bebas. |
33 |
Lebih baik dari pengorbanan materi adalah
gnana-yagna, yaitu pengorbanan
dalam bentuk kebijaksanaan, oh Arjuna! Karena
semua tindakan, tanpa kecuali memuncak dalam kebijaksanaan (pengetahuan). |
Ada yang mengendalikan pendengaran mereka dengan tapasya (displin diri
berupa tapa atau meditasi) yang ketat. Ada
yang melepaskan semua selera-selera indra mereka dan menjauhi obyek-obyek
duniawi ini. Ada yang mempersembahkan harta-benda mereka, ada juga yang
mempersembahkan berbagai tindakan atau kegiatan spiritual seperti meditasi,
swadhaya (membaca secara hening), ilmu, prananyama (pengendalian nafas), dan ada
yang mengendalikan cara makan mereka dengan berpuasa atau berpantang sesuatu
seperti daging atau benda hidup, dan lain sebagainya.
Semua pengorbanan ini kalau dilaksanakan secara tulus akan mengantar
seseorang ke arah jalan yang benar, dan semua pengorbanan ini merupakan
tangga-tangga ke arah kebebasan karma-karma kita. Semua tindakan pengorbanan ini lahir dari karma
(aksi) dan oleh orang-orang yang sadar banyak dilakukan untuk upaya pembersihan
diri guna mencapai Yang Maha Esa. Dan
barangsiapa dengan jujur, tulus dan tanpa pamrih bekerja demi Yang Maha Esa maka
lambat-laun seluruh upaya-upayanya akan terpusat kepadaNya semata.
Seluruh tindak-tanduk maupun perbuatannya kemudian akan dikerjakannya
secara otomatis dan tanpa sadar demi Yang Maha Esa, dan sesudah itu secara sadar. Tetapi pengorbanan dalam bentuk kebijaksanaan (gnana-yoga)
adalah dianggap sebagai pengorbanan yang suci untuk Yang Maha Esa, dan
pengorbanan ini nilainya lebih tinggi dan luhur dibandingkan dengan
pengorbanan-pengorbanan bentuk lainnya. Tetapi
jangan menganggap remeh atau rendah bentuk-bentuk pengorbanan yang lainnya,
karena semua itu hanya merupakan tangga-tangga dalam evolusi seorang pemuja ke
arah spiritual yang lebih tinggi sifatnya.
Secara otomatis, bagi seorang pemuja yang tulus semuanya akan diatur
olehNya. Lalu pasti ada yang bertanya mengapa gnana lebih tinggi dari karma?
Karena karma selalu
menghasilkan imbalan atau pamrih, sedangkan gnana (pengetahuan atau
kebijaksanaan) sekali tercapai akan menuju ke Yang Maha Esa, karena gnana
yang tulus itu berdasarkan tanpa pamrih. Dalam
kebijaksanaan terdapat kebaikan atau kebebasan dari duniawi ini untuk kita
semuanya. Orang-orang bijaksana tak
akan menyimpan ilmu pengetahuannya untuk dirinya saja, tetapi akan
membagi-bagikannya kepada yang lain-lain agar tercapai kesentosaan untuk
semuanya, dan semua itu dilakukannya tanpa pamrih.
Karena sudah merupakan kewajiban orang-orang bijaksana ini untuk membantu
sesamanya untuk menyeberangi lautan luas duniawi ini ke ujung pantainya Yang
Maha Esa. Inilah gnana-yagna,
yaitu pengorbanan agung dan suci ilmu pengetahuan sejati mereka demi Yang Maha
Esa.
|
|
34 |
Pelajarilah kebijaksanaan dengan
merendahkan-diri, dengan bertanya (studi)
dan dengan bekerja demi seorang guru yang bijaksana).
Orang-orang yang bijaksana yang telah melihat Kebenaran -- akan
mengajarimu dengan penuh kebijaksanaan. |
Sebenarnya Guru yang sejati yang disebut Adhi Guru ada dan bersemayam di
dalam diri kita masing-masing, tetapi sebagai manusia kita lebih condong kepada
bentuk duniawi daripada mendengar suara hati nurani kita sendiri, sehingga
selalu diperlukan seorang guru spiritual pada awalnya untuk kita semua agar kita
dapat lebih memahami apa yang sedang kita pelajari.
Pada tahap lanjut nanti seorang guru spiritual hanya berfungsi sebagai
jembatan, dan mengantarkan kita ke Sang Adhi Guru yang sebenarnya tidak jauh
berada dari kita semua. Sebenarnya dalam kepercayaan agama Hindu, seorang yang tulus dan ingin
menuju ke jalan Yang Maha Esa, tidak perlu kesana-kemari secara mati-matian
untuk mencari seorang guru spiritual baginya.
Yang penting adalah menyiapkan diri dan batinnya secara tulus dan memohon
kepada Yang Maha Esa agar dituntun jalannya, maka pada bentuk seorang guru dan
membimbingnya kearah Yang Maha Esa. Percaya
atau tidak, tetapi seorang guru spiritual pasti akan datang atau bertemu sendiri
dengan murid pilihannya sendiri pada suatu waktu yang tepat.
Seorang pemuja yang tulus dengan ini bukan berarti lalu diam-diam saja;
tidak, ia harus berusaha dengan tulus untuk menemukan guru ini, tetapi semuanya
akan terjadi pada saatnya yang tepat. Kemudian
kalau ini terjadi belajarlah sang murid dengan tulus dan penuh dengan kerendahan
hatinya, dan pada suatu waktu yang tepat sang guru ini akan menurunkan
kebijaksanaannya kepada sang murid ini. Ada guru-guru yang begitu luar-biasa kharismanya sehingga
dalam sekejab dapat membuka pintu hati sang murid dengan satu sentuhan spiritual
saja. Semua ini tentunya
berdasarkan persiapan mental yang tulus dari sang murid dan atas berkah Yang
Maha Esa semata. Sebenarnya
semuanya sudah diatur olehNya juga, tidak lebih dan tidak kurang. Om Tat Sat.
|
|
35 |
Dan setelah mengenal kebijaksanaan ini (gnana)
dikau, oh Arjuna, tak akan jatuh lagi kedalam kekalutan.
Karena dalam kebijaksanaan ini, dikau akan melihat semua mahluk, tanpa
kecuali, berintikan pada Sang Atman, dan lalu dalam DiriKu. |
Kebeijaksanaan ini adalah melihat atau mengerti dalam arti yang
sebenarnya, bahwa semua di dunia ini jatuh dalam satu garis atau suatu kesatuan,
yaitu Yang Maha Esa. Kita tidak hanya harus percaya atau merasa atau mengerti,
tetapi setelah mencapai kebijaksanaan ini seseorang akan melihat bahwa semua
mahluk, benda, susunan kosmos atau alam semesta ini berserta seluruh isinya
berada dalam suatu kesatuan yang Esa, yaitu kesatuan Sang Atman.
Para ilmuwan mengatakan bahwa setiap benda ada dan bergerak di alam
semesta ini. Seseorang yang sadar
melihat bahwa setiap benda ada dan bergerak dalam suatu kesatuan Ilahi.
|
|
36 |
Walaupun dikau ini adalah seorang yang paling berdosa di antara
mereka-mereka yang berdosa, tetapi dikau dapat menyeberangi semua dosa-dosa ini
hanya dengan berperahu kebijaksanaan saja. |
Semua rasa keterikatan duniawi adalah
dosa, dan bukan saja keterikatan
pada hal-hal yang tidak baik, tetapi keterikatan pada hal-hal yang dianggap baik
seperti dharma itu sendiri, atau pada rasa egoisme yang dianggap positif.
Seseorang yang merasa dirinya adalah orang berdosa.
Jadi sebelum meneliti seseorang lain, sebaiknya hilangkan dulu rasa
egoisme pribadi kita.
|
|
37 |
Ibarat api yang membara membakar kayu-kayu menjadi
abu, oh Arjuna, begitu
pun api kebijaksanaan membakar semua aksi (tindakan) menjadi abu. |
![]()
|
|
38 |
Sebenarnya tidak ada yang lebih menyucikan diri selain
kebijaksanaan.
Seseorang yang telah sempurna dalam yoga (ilmu pengetahuan)nya, akan
menemukan kebijaksanaan ini di dalam dirinya sendiri -- Sang Atmannya, sesuai
dengan waktunya. |
39 |
Seseorang yang mempunyai iman dan telah bersatu dalam kebijaksanaan dan
telah menguasai indra-indranya -- ia akan mendapatkan kebijaksanaan ini.
Dan setelah mencapai kebijaksanaan ini maka segera ia menuju ke Kedamaian
Yang Abadi (Ketenangan Ilahi, dimana tidak ada kematian lagi.) |
40 |
Tetapi barangsiapa yang tidak
tahu, tidak memiliki kepercayaan, yang
selalu ragu-ragu sifatnya, akan pergi ke kehancuran.
Untuk seseorang yang ragu-ragu tak akan ada dunia ini atau dunia yang
lebih tinggi lagi, bahkan baginya tidak ada kebahagiaan. |
![]() |
|
41 |
Seseorang yang telah menyerahkan semua aksi atau tindakan-tindakannya
dalam yoga (bekerja tanpa pamrih), yang telah menebas keragu-raguannya dengan
kebijaksanaannya, dan selalu memiliki Sang Atman (yang selalu dibawah raungan
atau perintah Sang Atman) -- maka untuk orang semacam ini tidak ada aksi yang
mengikatnya, o Arjuna! |
![]()
|
|
42 |
Dengan
demikian, tebas dan buanglah jauh-jauh keragu-raguan dalam hatimu,
yang timbul dari kekurang-pengetahuanmu, teguhkan dirimu dalam yoga (ilmu
pengetahuan sejati) dan berdirilah, oh Arjuna! |
Pesan Sang Krishna untuk Arjuna di atas ini sebenarnya berlaku untuk kita
semua dan bermakna: bangkitlah dan maju berperang, dikau prajurit-prajurit Yang
Maha Esa, bangkitlah dan bekerja demi kewajibanmu sebagai seorang karma-yogi,
bekerjalah tanpa pamrih. Adalah
kewajibanmu (dharma) untuk berperang
melawan angkara-murka, nafsu dan
keinginan duniawi yang sebenarnya adalah kegelapan yang melilitmu dari jalan
kembali ke Yang Maha Pencipta.
|
|
Demikianlah
dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu pengetahuan yang abadi, Karya Sastra Yoga,
dialog antara Sang Krishna dan Arjuna, maka karya ini adalah bab keempat yang
disebut: atau Ilmu Pengetahuan tentang Kebijaksanaan. \ |
42
Kembali
ke halaman induk Bhagavat Gita
Kembali ke halaman induk Situs Shanti Griya