|
BAB II Dimulailah Ajaran Bhagavat Gita
|
1 |
Berkatalah Sanjaya 1. Sang Krishna pun penuh dengan perasaan iba bersabda kepada Arjuna yang sedang dalam keadaan gundah, dan kedua matanya penuh dengan linangan air mata dan merasa dirinya tanpa semangat dan harapan lagi. |
2 |
Berkatalah Sang Krishna Yang Maha Pengasih Dari
manakah timbulnya depresi batinmu ini, pada saat-saat yang penuh dengan
krisis seperti ini? Menolak
berperang adalah tidak pantas untuk seorang Aryan.
Penolakan ini akan menutup pintu masuk ke sorga.
Penolakan ini adalah puncak dari kehinaan, oh Arjuna!
|
3 |
Janganlah
bertindak sebagai seorang pengecut, oh Arjuna!
Tiada laba yang akan kau petik dari kelakuanmu ini.
Buanglah jauh-jauh kelemahan hatimu.
Bangkitlah, wahai Arjuna! |
4 |
Berkatalah Arjuna Bagaimana
mungkin, wahai Krishna, daku menyerang Bhisma dan Drona dengan
panah-panahku dalam perang ini? Bukankah
mereka sebenarnya layak untuk dijunjung tinggi, oh Krishna? |
5 |
Lebih
baik hidup sebagai pengemis di dunia ini, daripada membantai para guru
yang agung ini. Dengan
membunuh mereka, yang kudapatkan hanyalah kepuasan yang bergelimang darah! |
6 |
Juga kami tak tahu manakah yang lebih baik -- kami mengalahkan mereka atau mereka mengalahkan kami. Dengan membunuh putra-putra Dhristarashtra, yang berdiri sebagai lawan, berarti juga menghilangkan sendi-sendi kehidupan (keluarga besar mereka). |
7 |
Seluruh svabhavaku (jiwa-ragaku), serasa sedang dirundung rasa lemas dan rasa iba, dan hatiku bimbang untuk melaksanakan kewajibanku ini. Maka kumohon kepadaMu. Ajarilah daku, sesuatu yang pasti, yang manakah yang lebih baik. Daku adalah muridMu.* Daku berlindung di dalam diriMu. Ajarilah daku.** |
‘Aku adalah muridmu dan aku sedang mencari
penerangan’: inilah
kira-kira yang dimaksud oleh Arjuna.
Dalam hidup ini ada tiga tahap untuk seorang jignasu
(seseorang yang mencari): pertama-tama
ia akan masuk dalam tahap “mencari,” kedua ia akan menjadi seorang
murid, seorang yang ingin sekali belajar sesuatu dan pada tahap ketiga ia
menjadi seorang “anak” dari sang Guru untuk kemudian dituntun.
Selanjutnya sang jignasu akan masuk kedalam suatu tahap yang
“tenang” dan tidak lagi dalam keadaan “depresi.” ‘Ajarilah daku’ dalam bahasa Sansekertanya adalah
“shadhi mam,” yang juga
dapat berarti pengaruhilah daku. Seorang Guru kebatinan tidak saja mengajari muridnya dengan
ajaran secara verbal maupun tertulis tetapi juga akan menimbulkan suatu
“shakti” atau “energi” di dalam diri seorang murid. Dalam pengembaraan kita dari setitik atom sampai ke Atman (Inti-Jiwa
kita), kita semua memerlukan sebuah jembatan, dan jembatan ini adalah
seorang Guru yang sejati. Carilah
dia dan berlindunglah di dalamnya, niscaya kau akan berhasil melalui
jembatan ini ke tujuanmu. Tetapi
ingat seorang guru bukan untuk berbantah-bantah, seorang guru adalah
penuntunmu, dan engkau harus tulus jiwa- dan ragamu dalam pengabdianmu
kepadanya, dan barulah jalan akan terbuka, bukan dengan berdebat kepadanya.
|
|
8 |
Rasa bimbang ini merubah seluruh indraku menjadi layu. Aku tak melihat masa depan, walau seandainya aku berkuasa tanpa batas atas seluruh permukaan bumi ini atau pun atas para Dewa-Dewa. |
9 |
Berkatalah Sanjaya Setelah
ucapan-ucapan Arjuna ini selesai, Arjuna berkata kepada Sang Krishna:
“Aku tak akan berperang.” Dan
dengan kata-kata ini Arjuna pun langsung berdiam diri. |
Arjuna bersikap diam diri. Diam atau pun hening sebenarnya adalah salah satu “guru”
kita. |
|
10 |
Kemudian
Sang Krishna penuh dengan senyuman bersabda kepada Arjuna yang masih
diliputi kedukaannya (masih terduduk) di kereta yang berada di antara
kedua laskar ini.
|
Sang Krishna tersenyum karena Ia sadar bahwa Arjuna
harus melalui proses “habis gelap terbitlah terang.” Arjuna harus disadarkan dan diluruskan jalan
pikirannya bahwa tradisi lama memang tidak boleh dibunuh tetapi sebaliknya
harus dimanfaatkan sebagai alat bagi langgengnya kebenaran untuk segalanya.
Keadilan harus ditegakkan kalau tidak agama dan tradisilah yang
akan menuju ke arah kehancuran total. Sang Krishna tersenyum karena apa yang diutarakan
oleh Arjuna adalah kulit-luar dari kitab-kitab shastra dan Upanishad.
Arjuna lupa akan isi ajaran-ajaran semua itu dalam bentuk yang
sebenarnya. Apakah dharma
itu sebenarnya? Arjuna alpa
akan hal itu, baginya dharma
adalah tradisi dan peraturan yang sesuai dengan adat-istiadat ritual; bagi
Sang Krishna dharma adalah suatu peraturan atau tata-cara atau hukum yang
menganjurkan/mewajibkan seseorang untuk bekerja demi Yang Maha Esa, sesuai
dengan segala kehendakNya, untuk mereka-mereka yang menderita dan tersiksa
dan diperlakukan tidak adil, dan semua itu tanpa pamrih dalam bentuk
apapun juga, tetapi diserahkan kembali kepada Yang Maha Esa.
|
|
11 |
Berkatalah Sang Maha Pengasih Dikau
bersedih hati untuk mereka yang seharusnya tidak perlu dikau risaukan, tetapi
dikau bertutur seakan dikau amat bijaksana.
Seseorang yang bijaksana tak pernah bersedih baik untuk yang hidup maupun
untuk yang telah tiada. |
Kesedihan Arjuna adalah berdasarkan “kebodohan,”
Arjuna tidak sadar akan arti hidupdan mati yag sebenarnya, kedua-duanya adalah
permainan Sang Maya (Ilusi-Ilahi), Inti-Jiwa (Atman) kita tak akan pernah mati.
Seseorang yang “bijaksana” akan terus jalan dalam hidup ini penuh
dengan dedikasi akan tugas-tugasnya bagi Yang Maha Esa tanpa perduli akan ilusi
yang beraneka-ragam bentuknya yang selalu mencoba mencengkeram kita dengan
berbagai cara baik itu baik maupun yang buruk, baik dengan jalan kekerasan
maupun kasih-sayang (moha). Bukankah
Columbus yang terserang badai dalam suatu pelayarannya pernah berteriak,
“Lajulah terus, terus, terus dan terus, terus.”
Di dunia ini tidak ada jalan mundur, yang ada hanyalah jalan terus baik
kita mau atau tidak. Tidak ada
jalan lain. Bab ini desebut Sankhya Yoga yang berarti yoga
Kebijaksanaan, kebijaksanaan yang disarikan dari seluruh Upanishad-Upanishad.
Sloka 11-38, akan banyak mengupas soal kebijaksanaan ini.
|
|
12 |
Tiada
waktu di mana Aku tak pernah hadir dan juga engkau, juga mereka-mereka ini, dan
juga semuanya, dan kita semua akan selalu terus hadir. |
Badan atau raga kita akan selalu hidup dan mati
sesuai dengan mas pakainya, tetapi Inti-Jiwa (Atman) akan selalu mengembara dari
satu raga ke raga yang lainnya, tanpa henti sesuai dengan karmanya. Inilah yang harus disadari Arjuna. Seseorang sebenarnya tidak pernah mati, yang mati adalah
raganya, suatu permukaan kasar yang merupakan medium belaka. Raga selalu menikmati semua kesenangan dan juga merasakan
penderitaan yang diakibatkan oleh kesenangan itu, tetapi Atman akan jalan terus
tanpa terkontiminasi sedikitpun. Arjuna
dalam kebodohannya mencampur-adukkan antara yang “nyata” dengan yang
“tidak nyata.”
|
|
13 |
Sang
Inti Jiwa ini berkelana dari satu raga ke raga lainnya sambil melewati masa
kanak-kanaknya, masa remaja dan mas tuanya.
Seorang yang bijaksana akan maklum akan semua ini dan tidak terpengaruh
oleh ilusi ini. |
Timbul pertanyaan mengapa Sang Jiwa selalu berkelana
dari satu raga ke raga yang lainnya, tidak lain karena harus melalui berbagai
perjalanan yang sudah digariskan oleh Yang Maha Pencipta, dan merupakan
pengalaman untuk memperkaya diri Sang Atman ini, dan pada akhirnya kembali ke
Sang empuNya sesuai dengan tugas dan siklus yang sudah diatur.
Sedangkan raga itu sendiri sebagai suatu medium harus juga melalui
berbagai tahap seperti masa kanak-kanak, remaja dan masa tua, sesudah itu binasa
dan Atman berpindah ke raga lainnya, dan begitulah siklus ini berputar terus
seakan-akan tidak ada akhirnya.
|
|
14 |
Setiap
hubungan kita dengan berbagai obyek (duniawi), oh Arjuna, menimbulkan dingin dan
panas, kesenangan dan penderitaan. Semua
ini datang dan pergi, dan tidak abadi. Hadapilah semua ini, Arjuna (sebagai sesuatu fakta). |
Atman sendiri sebenarnya tidak terpengaruh oleh semua
obyek sensual duniawi ini, yang terpengaruh dan merasakannya ini adalah raga
yang ditumpangi Atman. Raga ini
setelah ditumpangi Atman akan merasakan dingin dan panas, kesenangan dan
penderitaan, dan sebagainya. Semua
ini harus kita maklumi dan kita jalani sebagai sesuatu yang datang dan pergi.
Kita harus bersikap tidak terikat kepada semua ilusi ini tetapi juga
tidak menutup mata, bahkan harus kita hadapi dan rasakan semua itu sebagai
dedikasi kita kepadaNya, demi dan untukNya.
|
|
15 |
Seseorang
yang tenang dalam kesenangan dan penderitaan -- tidak terusik oleh kedua-duanya
-- ia hidup dalam suatu kehidupan yang tak pernah mati, oh pemimpin diantara
anak-anak manusia (Arjuna)! |
16 |
Yang
tidak sejati tidak mempunyai bentuk, Yang Sejati tak pernah ada habis-habisnya.
Kebenaran kedua hal ini telah dirasakan oleh para pencari Kebenaran. |
Yang sejati di sini adalah Atman (Inti Jiwa Kita),
yang tidak sejati adalah raga kita yang selalu habis dan binasa, sedangkan Atman
terus berkelana tanpa ada batas-batasnya. Raga kita berbentuk asat: tidak abadi, dapat rusak atau mati dimakan waktu atau keadaan.
Sedangkan Atman adalah sat:
Kesejatian yang Abadi, dalam Sat selalu tercipta yang baru, tanpa
henti-hentinya, terus-menerus, abadi dan langgeng. Bukankah Itu sama saja dengan Yang Maha Pencipta. Seorang
penyair Barat yang terkenal di dunia pernah menulis: Yang Satu Abadi, yang banyak berganti dan berlalu, Cahaya Ilahi bersinar tanpa habis, bayangan bumi
hilang berterbangan. Hidup, bagaikan sebuah rumah kaca yang memantulkan
pelangi berwarna-warni, Sebenarnya bersumber pada warna putih yang abadi.
(Percy Bysshe Shelley)
|
|
17 |
Tiada
seseorang pun mempunyai kekuatan untuk menghancurkan Yang Tak Pernah Binasa,
Yang menunjang semua ini. Ketahuilah
Ia tak akan pernah bisa dihancurkan. |
Yang dimaksudkan Yang Tak Pernah Binasa di sini
adalah Atman (Yang sebenarnya adalah sepercik kecil dari Brahman).
Raga kita akan hancur dan berganti raga lain, tetapi Atman tak akan
pernah binasa karena Ia abadi.
|
|
18 |
Raga
yang ditumpangi Sang Jiwa yang abadi, dan yang tak bisa dihancurkan atau
terjangkau oleh pikiran, dikatakan tidak abadi. Jadi berperanglah, oh Arjuna! |
19 |
Seseorang
yang berpikir bahwa ia membunuh, atau seseorang yang berpikir ia terbunuh
kedua-duanya tidak memahami dengan baik arti dari kebenaran.
Tiada seorangpun yang sebenarnya dapat membunuh atau terbunuh. |
20 |
Tak
ada seseorangpun yang pernah dilahirkan atau pun suatu saat nanti harus mati.
Tak ada seorangpun sebenarnya yang hilang atau terhenti proses hidupnya (eksistensinya).
Ia tak pernah dilahirkan, bersifat konstan, abadi dan telah ada semenjak
masa yang amat silam. Ia tak pernah mati walau raga habis terbunuh. |
Emerson seorang penyair terkenal dari Barat pernah
mengatakan tentang Atman sebagai berikut: “Aku
datang, lewat dan berputar lagi.” Sedangkan
Yesus pernah bersabda kepada orang-orang Yahudi, “Ye are gods” (Engkau
semuanya adalah dewa-dewa). “Barangsiapa
mengenal dirinya sendiri tahu akan Cahaya ini,” kata filsuf terkenal Lao Tse
dari Cina, sedangkan seorang sufi terkenal pernah berkata, “Inti dirimu adalah
inti Tuhan itu sendiri.”
|
|
21 |
Seseorang
yang mengenal bahwa Jati Dirinya tak akan dapat dihancurkan dan selalu abadi,
tak pernah dilahirkan dan tak pernah berganti-ganti, bagaimana mungkin orang
seperti itu membunuh, oh Arjuna, atau bahkan mengakibatkan orang lain jadi
pembunuh? |
“Seseorang yang mengenal Jati Dirinya,” sadar
Dirinya hanyalah saksi dan bukan yang melakukan sesuatu tindakan atau aksi,
inilah arti yang tersirat dari mukti atau penerangan yang sesungguhnya.
|
|
22 |
Seperti
seseorang yang mengganti baju usangnya dengan baju yang baru, begitupun Jiwa ini
berganti-ganti raga dari yang lama ke yang baru. |
Dalam Shanti Parwa yang terdapat di kitab Mahabarata,
ada perumpamaan lain dari proses jalannya Jiwa ini yang diibaratkan sebagai
seseorang yang pindah dari rumahnya yang usang ke rumahnya yang baru; inilah
jalan kehidupan Sang Jiwa dari satu raga ke raga lainnya.
Tetapi harus diingat bahwa yang dimaksud ini bukan raga manusia saja
tetapi bisa juga berbagai ragam raga yang ada di alam semesta ini, seperti hewan,
manusia, tumbuh-tumbuhan, raga-raga lainnya yang bertebaran di laut, bumi di
sistim planet-planet lainnya atau di mana saja di seluruh alam semesta yang
tanpa batas ini. Dan bentuk raga
ini bisa saja yang berbentuk abstrak, atau pun dewa-dewi, mahluk-halus, dll,
semuanya sesuai kehendakNya dan alur karma
kita sendiri.
|
|
23 |
Tidak
ada senjata yang dapat memisah-misahkanNya, tidak juga api dapat membakarNya,
atau air membuatNya basah, bahkan anginpun tak dapat mengeringkanNya. |
24 |
Tak
terpisahkan Ia. Tak terbakarkan Ia.
Tak berbasahkan dan terkeringkan Ia.
Ia abadi dan hadir di mana saja. Ia
selalu konstan dan tak tergoyahkan. Ia
hadir semenjak masa yang amat silam, dan selalu sama selama-lamanya. |
![]() |
|
25 |
Tak
terterangkan, tak terpikirkan dan tak dapat diubah-ubah -- begitulah Ia
disebut.
Setelah mengenalNya seperti itu, seharusnya engkau (Arjuna) tak perlu
lagi merisaukan hatimu. |
![]()
|
|
26 |
Pun
sekiranya kau pikir Sang Jiwa (Atman) ini bisa mati dan hidup, dan tidak
bersifat abadi, wahai Arjuna, tak perlu juga dikau harus risau dan bersedih hati. |
27 |
Karena
sudah pasti yang lahir harus binasa dan yang binasa harus lahir.
Jadi janganlah dikau bersedih untuk sesuatu yang sudah pasti dan
semestinya ini. |
![]()
|
|
28 |
Keadaan
dari mereka-mereka yang belum dilahirkan tak dapat diterangkan dalam bentuk
duniawi ini. Tetapi pada periode
antara kelahiran dan kematian situasi mereka dapat kita lihat dan fahami.
Setelah mati mereka kembali lagi ke suasana yang tak dapat diterangkan
ini lagi. Jadi untuk apa dikau
harus bersedih hati, wahai Arjuna? |
![]()
|
|
29 |
Ada
yang mengesankanNya sebagai sesuatu yang amat menakjubkan, ada yang
membicarakanNya sebagai sesuatu yang amat menakjubkan, dan ada juga yang
mendengarkanNya sebagai sesuatu yang amat menakjubkan, tetapi tak seorang pun
yang benar-benar dapat mengenalNya (mengetahuiNya) dengan pasti apa Ia
sebenarnya. |
![]() Timbul pertanyaan kalau Dia memang mengasihi kita
lalu mengapa banyak yang harus tersandung sebelum mencapaiNya?
Sebenarnya Yang Maha Kuasa meberikan kita kebebasan untuk memilih, dan
sering sekali kita-kita ini lebih condong untuk terikat dengan segala
unsur-unsur duniawi ini yang seakan-akan sudah jadi milik kita atau sudah
menjadi urusan pribadi kita yang tak dapat diganggu-gugat.
Seharusnya kita harus melepaskan semua unsur ego baik yang positif maupun
yang negatif, dan menyerahkannya semua kepadaNya untuk kemudian dibimbing
olehNya sesuai dengan kehendakNya. Jadilah
seperti seorang anak kecil yang bersandar pada orang-tuanya, polos, bersih dan
jujur dalam segala aspeknya. Dan
seperti juga orang-tua kita yang akan selalu membimbing kita dalam suka dan duka,
maka Yang Maha Kuasa pun akan selalu menunjukkan jalan kita dalam setiap
tindak-tanduk kita. Ia sebenarnya
setiap hari mengetuk pintu hati kita dan tersenyum penuh cinta-kasih, yang
menjadi masalah adalah kita menganggapNya ia berada di tempat yang amat jauh. Bukankah Ia tersirat dalam keheningan, bahkan Ia sebenarnya
dapat ditemui setiap saat dalam diri pribadi kita masing-masing yang juga adalah
DiriNya sendiri. Ia hadir selalu
dalam diri kita, tak usah jauh-jauh mencarinya di hutan atau di laut, di bulan
atau di matahari, carilah Dia dalam ketenangan dirimu senidiri.
|
|
30 |
Ia
yang bersemayam dalam setiap mahluk -- adalah Kehidupan dalam setiap mahluk --
Ia tak tersentuh senjata apapun juga. Jadi
Arjuna, seharusnya dikau tidak bersedih hati untuk mahluk apapun juga. |
![]()
|
|
31 |
Dedikasikan
dirimu kepada kewajibanmu dan jangan kau ingkari itu. Karena tidak ada imbalan yang lebih baik untuk seorang
kesatria, dari pada suatu perang demi kebenaran. |
![]()
|
|
32 |
Berbahagialah
mereka para kesatria, yang harus berperang demi kebenaran -- terbukalah
kesempatan ke sorga tanpa mereka minta. |
![]()
|
|
33 |
Dan
seandainya dikau tak maju berperang di jalan yang suci ini, dikau akan
mengabaikan kewajiban dan kehormatan dikau, dan dikau akan dikejar-kejar oleh
perasaan salahmu itu. |
![]()
|
|
34 |
Setiap
orang akan menghinamu, dan bagi seorang yang terhormat, penghinaaan adalah lebih
buruk dari suatu kematian. |
35 |
Para
pendekar-pendekar yang besar akan mengira dikau mundur dari peperangan ini
karena rasa ketakutanmu. Dan
mereka-mereka yang menghormatimu akan memandang rendah padamu. |
36 |
Belum
lagi hinaan-hinaan lainnya yang diucapkan oleh musuh-mushmu, semua itu akan
membuatmu lebih lemah lagi. Adakah
yang lebih menyakitkan dari semua itu? |
37 |
Seandainya
dikau terbunuh, maka dikau akan ke sorgaloka.
Sekiranya dikau perkasa dalam peperangan ini, maka dikau akan menikmati
bumiloka ini. Jadi bangkitlah wahai
putra Kunti (Arjuna) dan angkatlah senjata untuk yudhamu ini. |
38 |
Samakanlah
rasa nikmat dengan derita, laba dengan rugi, menang dengan kalah, bersiaplah
untuk yudha ini.
Dengan begitu dikau tak akan tercemar oleh dosa. |
![]()
|
|
39 |
Sejauh
ini Aku telah menerangkan tentang ajaran Sankhya. Sekarang dengarkanlah ajaran mengenai Yoga (Ilmu pengetahuan),
dengan mengikuti ajaran ini dikau akan lepas dari ikatan-ikatan perbuatanmu. |
![]() Lalu bagaimana seseorang dapat mencapai tingkat
kesadaran semacam ini? Caranya
adalah dengan menggabungkan daya-intelek (Buddhi)
kita dengan jalan pikiran kita. Setelah
intelek kita sadar bahwa semua unsur dualisme yang kelihatannya amat berlawanan
ini seberarnya sama saja, dan hanya merupakan permainan pikiran kita belaka,
maka secara tahap demi tanpa kesadaran kita akan meningkat dan kita akan melaju
ke arah Yang Maha Esa dengan baik, dan jadilah kita seorang Buddhi-Yukta (seorang yang telah mencapai kesadaran). Seorang Buddhi-Yukta
yang baik adalah ia yang telah berhasil mengendalikan hawa-nafsunya yang
bersifat aneka-ragam. Ia juga
adalah seorang yang bersikap sama dan tenang dalam setiap keberhasilan maupun
kegagalan, bersikap tenang dalam segala tugas-tugasnya, dan tidak memiliki
ambisi pribadi tertentu atau nafsu duniawi lagi. Semua perbuatannya sudah menjadi kewajibannya untuk Yang Maha
Esa semata. Seseorang semacam ini
tidak perlu harus dapat melihat Sang Atman yang bersemayam di dalam dirinya,
tetap sudah pasti ia akan dapat merasakan kehadiran Sang Atman ini. Seorang Buddhi-Yukta
yang sempurna akan selalu tenang tindak-tanduknya, dan stabil jiwanya, akibat
dari pengaruh Sang Atman yang bersemayam di dalam dirinya.
|
|
40 |
Di
jalan ini tidak ada usaha yang akan sia-sia, dan tak ada rintangan yang akan
bertahan lama. Sedikit saja usaha dharma
ini akan melepaskan seseorang dari rasa takut yang besar. |
![]()
|
|
41 |
Buddhi (Kesadaran Intelektual) ini, Arjuna, sifatnya
tegas dan hanya menunjuk ke satu arah saja.
Tetapi mereka yang tidak tegas dalam dharma-bhaktinya,
maka cara berpikirnya akan berjalan keberbagai arah seakan-akan tiada
habis-habisnya. |
![]()
|
|
42 |
Kata-kata
manis diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat membedakan, yang tidak bijaksana,
yang lebih tertarik dan bahagia dengan kata-kata yang terdapat di Veda-Veda yang
memuat: “yang ada hanyalah ini saja!” |
Di sinilah kita harus mencamkan sabda Sang Krishna di
atas ini yang merupakan peringatan bagi kita-kita yang lebih mementingkan
ritus-ritus atau tradisi agama atau dogma, daripada Yang Maha Esa itu sendiri.
Karena semua itu bukan jalan yang sebenarnya ke arah Yang Maha Esa.
Kata-kata indah dalam Veda-Veda yang dianggap suci dan indah tidak akan
bermakna kalau tidak didasari dengan dharma-bhakti
kita kepada Yang Maha Esa.
|
|
43 |
Mereka-mereka
ini penuh dengan keinginan duniawi. Tujuan
akhir mereka adalah sorga. Akibatnya
mereka ini akan lahir kembali. Mereka melakukan berbagai upacara keagamaan hanya untuk
mendapatkan kesentosaan dan kekuatan duniawi. |
![]()
|
|
44 |
Buddhi ini bukan untuk mereka yang hidupnya hanya untuk
agama yang dipraktekkan demi kesenangan duniawi, yang berdasarkan kata-kata
Veda, karena pengetahuan ini memerlukan tekad yang keras demi melepaskan
unsur-unsur duniawi (seseorang). |
45 |
Di dalam Veda terdapat ajaran mengenai tiga jenis guna
(kwalitas atau
sifat manusia). Bebaskanlah dirimu,
oh Arjuna dari ketiga kwalitas ini. Bebaskanlah
dirimu dari kedua sifat yang saling berkontradiksi.
Tegak dan berakarlah ke dalam kebersihan jiwamu, dalam sifat kebenaran
yang abadi, tanpa merasa memiliki suatu apapun: milikilah Dirimu sendiri
-- Gurumu! |
![]() Sifat yang ketiga disebut tama, yaitu sifat-sifat manusia yang selalu menjurus ke arah
kebobrokan mental seperti sifat-sifat pemalas, peminum, penjudi, seks-maniak,
sifat yang penuh dengan unsur-unsur gelap yang lengkap sifatnya.
Ketiga sifat ini hadir dalam pkiran dan raga kita, sedangkan Sang Atman
atau Sang Jati Diri kita duduk bersemayam terpisah dari mereka ini semuanya.
Sang Atman adalah saksi Ilahi dalam diri kita sendiri, suatu bentuk
Kesadaran Ilahi yang sukar diterangkan dengan kata-kata, yang bagi yang telah
merasakan atau menyadariNya merupakan Keberkahan Nan Abadi. Sebenarnya di sini Sang Krishna sedang menganjurkan
kita semua agar mencari dan menemukan Sang Atman dalam diri kita masing-masing
dan menyembah dan memujaNya penuh dengan dedikasi dan dharma-bhakti.
Caranya adalah dengan membebaskan diri kita dari sifat atau rasa dualisme
yang saling berkontradiksi yang hadir dalam setiap aspek kehidupan kita.
Juga membebaskan diri kita dari rasa ego, dari rasa iri dan benci, dari
segala perhitungan-perhitungan atau rencana yang bersifat amat duniawi, dan
hanya memfokuskan diri kita ke suatu jalan yang penuh dengan sattva, tetapi bukan yang bersifat sattva duniawi tetapi Sattva
Ilahi. Dengan kata lain jadilah seorang manusia sejati bagi dirimu
sendiri, bagi masyarakat banyak dan yang terutama bagi Yang Maha Esa.
Jadilah manusia yang lepas dari segala unsur duniawi dan hiduplah secara
cukup dan sederhana saja, puas dengan apapun yang diberikan oleh Yang Maha Esa,
puas dengan diri dan Diri mu sendiri, sadar akan DiriNya (Sang Atman), yang
hadir di dalam diri kita semua dan bekerja atau hidup demi Ia semata.
|
|
46 |
Kegunaan
Veda-Veda untuk seorang Brahmin yang telah mendapatkan penerangan Ilahi adalah
ibarat sebuah kolam air yang terletak ditengah-tengah genangan air banjir (bah). |
![]()
|
|
47 |
Engkau
hanya berhak untuk bekerja, tidak untuk hasilnya. Jangan sekali-kali motif pekerjaanmu mengarah ke hasil akhir
(imbalan dari pekerjaan ini), dan juga jangan sekali-kali engkau tidak
bekerja. |
![]()
|
|
48 |
Lakukan
tindakanmu, oh Arjuna! dengan hati yang terpusat pada Yang Maha Esa, tanpa
keterikatan dan bersikaplah sama untuk semua kesuksesan dan kegagalanmu.
Hati yang damai dan penuh rasa imbang adalah suatu yoga. |
![]()
|
|
49 |
Pekerjaan
demi suatu imbalan itu lebih rendah derajatnya daripada Buddhi-yoga, oh Arjuna! Maka
selalulah bernaung dibawah buddhi (intelek)mu.
Kasihan mereka yang bekerja untuk suatu imbalan tertentu. |
![]()
|
|
50 |
Ia
yang telah menjadikan dirinya seorang Buddhi-Yukta
(yang telah sadar dan mendapatkan kesadaran Ilahi) akan mengesampingkan semua
yang baik dan buruk dalam hidup ini. Jadi
berjuanglah untuk Yoga; Yoga ini lebih bermanfaat dari suatu tindakan yang penuh
harapan akan suatu imbalan. |
|
|
51 |
Mereka-mereka
yang bijaksana dan telah mendapatkan penerangan menyerahkan semua imbalan dari
setiap pekerjaan (tindakan) mereka; lepas dari siklus kelahiran, mereka pergi ke
alam yang tanpa derita. |
Karma-yoga:
menyerahkan semua imbalan/hasil dari setiap pekerjaan atau perbuatan baik Bangkitnya kesadaran intelektual kita (buddhi),
dan timbullah kebijaksanaan Ilahi. Lepas dari ikatan lahir dan mati. Mencapai berkah Ilahi, lalu terus ke moksha.
|
|
52 |
Sewaktu
kesadaranmu melewati putaran kegelapan (moha),
maka dikau akan mencapai suatu kesadaran tentang apa yang telah kau dengar dan
apa lagi yang akan kau dengar. |
|
|
53 |
Sewaktu
kesadaranmu, yang salah mengerti tentang shruti
(ayat-ayat Veda), mencapai suatu tahap yang kukuh dan tak tergoyahkan dan jiwamu
tenang dalam samadi, disitulah dikau akan mencapai yoga (penerangan ke dalam). |
|
|
54 |
Berkatalah Arjuna Apa
saja ciri-ciri seseorang yang telah mencapai kebijaksanaan yang stabil ini, yang
teguh dalam segala hal, dan telah bersatu dengan Sang Brahman, oh Krishna?
Bagaimanakah seseorang yang telah mendapatkan kesadaran Ilahi ini
berbicara? Bagaimanakah cara
duduknya? Dan bagaimana cara ia
berjalan? |
|
|
55 |
Sewaktu
seseorang mengesampingkan semua nafsu-nafsu duniawi yang ada di dalam pikirannya
dan merasa puas dalam DiriNya oleh DiriNya, akan ia disebut sthita-prajna,
seorang yang melihat kebijaksanaan secara tegar. |
|
|
56 |
Ia
yang bebas pikirannya dari rasa gelisah di kala duka dan sakit, merasa tenang
saja di kala senang, lepas dari nafsu duniawi, dari rasa ketakutan dan marah,
adalah seorang yang telah mendapatkan penerangan. |
57 |
Ia
yang tak terikat dari sisi mana pun juga, yang tidak pernah benci maupun cinta
pada suatu obyek, yang bertindak secara netral terhadap suatu yang adil maupun
yang tidak adil, orang semacam itu mempunyai pengertian yang tegar dalam
kebijaksanaannya. |
|
|
58 |
Ia
yang menarik seluruh organ-organ nafsunya dari semua obyek-obyek nafsunya dari
segala jurusan, ibarat seekor kura-kura yang menarik semua kaki-kakinya ke dalam
tempurungnya, adalah seorang yang telah tegar rasa pengertiannya dan teguh dalam
kebijaksanaan. |
|
|
59 |
Obyek-obyek
sensual akan menjauh dari seseorang yang tidak mau memberikan umpan kepada
mereka, tetapi akan menetap pada mereka yang menyenanginya.
Bahkan sisa-sisa keinginan pun akan pergi dari seseorang yang telah
melihatNya (Yang Maha Esa). |
|
|
60 |
Oh
Arjuna! Organ-organ sensual yang
terangsang akan segera menggerakkan pikiran seseorang, walaupun ia seorang yang
bijaksana dan sedang jalan menuju ke arah sempurna. |
![]()
|
|
61 |
Dengan
mengendalikan semua organ-organ sensualnya, ia harus duduk secara harmonis dan
menjadikan Aku sebagai Tujuannya yang Terakhir. Seorang yang telah berhasil mengatasi semua organ-organ
sensualnya, akan segera mencapai kesadaran yang tegar. |
![]()
|
|
62 |
Seandainya
seseorang mengarahkan pikirannya ke arah obyek-obyek sensual, maka ia akan
menghasilkan keterikatan pada obyek-obyek ini.
Dari keterikatan ini timbullah hawa-nafsu. Dari hawa nafsu timbullah rasa amarah. |
|
|
63 |
Dari
marah timbullah angkara-murka, dan keangkara-murkaan akan menghilangkan
akal-sehat, dan dengan hilangnya akal-sehat ini hancurlah daya intelek dan
kesadaran (buddhi) kita, dan dengan
hilangnya buddhi ini maka ia akan
binasa. |
![]()
|
|
64 |
Tetapi
seseorang yang penuh dengan disiplin, yang bergerak di tengah-tengah obyek-obyek
sensual tanpa suatu keterikatan kepada obyek-obyek sensual ini dan dapat
mengendalikan dirinya dengan baik, akan pergi ke suatu kedamaian yang luhur. |
![]()
|
|
65 |
Setelah
mencapai kedamaian, maka berakhirlah derita seseorang, dan seorang dengan
kedamaian semacam ini akan segera mencapai keseimbangan yang stabil. |
![]()
|
|
66 |
Untuk
yang tak pernah mengendalikan diri, tak akan ada buddhi, untuk yang tak pernah mengendalikan diri tak akan ada
konsentrasi. Dan kalau tak ada
konsentrasi maka tak akan ada kedamaian, dan kalau seseorang tak memiliki
kedamaian maka bagaimana mungkin ia kan memiliki kebahagiaan? |
67 |
Sewaktu
pikiran mengejar obyek-obyek sensual, maka pergi jugalah prajna (kebijaksanaan,
kesadaran), ibarat arus yang menyeret sebuah perahu di lautan. |
68 |
Jadi,
oh Arjuna, ia yang seluruh indra-indranya telah terkendali dari obyek-obyek
sensual, maka buddhinya telah mencapai
keteguhan. |
69 |
Apa
yang merupakan malam bagi semua insan, bagi seorang yang penuh disiplin
dirasakan sebagai pagi hari. Dan
apa yang merupakan pagi bagi semua insan merupakan malam untuk seorang muni (seorang
yang telah mencapai kesadaran penuh). |
![]()
|
|
70 |
Seseorang
yang kemauan-kemauan indranya, ibarat sungai-sungai mengalir ke lautan yang
selamanya tenang-tenang saja menerima aliran-aliran sungai ini . . . orang ini
akan mencapai kedamaian, bukan ia yang memeluk erat-erat nafsu-nafsunya. |
![]()
|
|
71 |
Seseorang
yang melupakan semua keinginannya dan bertindak lepas dari segala hasrat, tanpa
rasa egoisme dan tanpa rasa memiliki apapun . . . ia pergi ke arah damai. |
72 |
Inilah
daerah suci (brahmishiti), oh Arjuna!
Setelah mencapai daerah ini tak ada seorangpun yang kacau pikirannya.
Barangsiapa, bahkan pada detik-detik akhir hayatnya mencapai daerah (kondisi)
ini, maka ia akan pergi ke brahma-nirvana, di mana terdapat Berkah Sang
Ilahi. |
![]()
|
|
Dalam Upanishad
Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara
Sang Krishna dan Arjuna, maka karya ini adalah bab kedua yang disebut:
Sankya Yoga atau Yoga mengenai ilmu pengetahuan \
|
Kembali
ke halaman induk Bhagavat Gita
Kembali ke halaman induk Situs Shanti Griya