SHANTIGRIYA

Sejarah Candi-Candi di Indonesia

 

IX. BALI 

A. KELOMPOK CANDI GUNUNG KAWI

Kelompok candi-candi yang terukir (terpahat) di dinding lembah Gunung Kawi Bali, tepatnya di Tampak Siring merupakan keajaiban tersendiri, karena sering sekali membuat para pengunjung terpana bagaimana caranya para leluhur mampu mengukir tebing sedemikian sempurna padahal ratusan tahun yang lalu teknologi arsitektur tidak secanggih saat ini. Candi Gunung Kawi ini merupakan makam Raja Bali yang bergelar. Anak Wungsu, Putra Raja Udayana yang bungsu, Putra Sulung Raja Udayana adalah Airlangga yang memerintah di Jawa Timur dan menikahi putri-putri Darmawangsa. Di kawasan candi ini telah dibangun sebuah pura dengan pelataran yang luas untuk puja persembahyangan bagi masyarakat desa setempat dan boleh juga bagi para pengunjung. Melewati kompleks candi ini, melalui pematang sawah yang agak curam namun cantik menawan pemandangannya, kita akan sampai ke sebuah air terjun dengan batu besar ditengah-tengahnya, para wisatawan asing gemar sekali mandi di air terjun ini, penulis dan para sishya sering sekali bermeditasi pagi hari sekali di air terjun ini, namun lewat pukul sembilan pagi kawasan ini ramai dikunjungi para wisatawan lokal dan asing. Di kompleks candi akan ditemui sebuah gua yang berisikan makam raja tersebut di atas, mohon para pengunjung tidak mengganggunya. Lebih baik berdoa dari luar, pasti mendapat berkah selama itikad kita baik dan penuh rasa santhi bagi semuanya.

Kompleks candi ini amat ideal untuk meditasi dan sembahyang yang khusuk di pagi hari sekali dan pada malam hari khususnya pada saat-saat bulan purnama. Diperlukan sekedar ijin dari ketua desa, untuk bersembahyang, masyarakat di sini khususnya kaum yang tinggal di sekitar kawasan ini sangat simpatik, ijin pun hanya diperlukan dengan memberi tahu kepada penjual tiket di pintu masuk. Sedikit dana punia tentunya akan amat membantu pura dan diapresiasi. Sering ada orang yang menawarkan diri untuk menuntun sembahyang, kalau memang pemangku di sana, sebaiknya kita mengikuti pedoman mereka dengan selalu membawa sesajen kecil dan sesari (uang sedikit) bagi pemangku dan guna sarana pemujaan. Terdapat ratusan anak tangga ke candi ini.

 

B. SISA CANDI DI BURUAN (DAERAH GIANYAR)

Permaisuri Raja Udayana yang terkenal dengan nama Ratu Mahendradatta wafat pada tahun kurang lebih 1010 dan dimakamkan di desa Buruan, yang terletak antara Ubud dan Gianyar, dekat desa Kemenuh. Beliau diwujudkan sebagai Dewi Durga dan arca ini pernah terpental jauh ke sawah sewaktu gunung agung meletus dan terjadi gempa dahsyat di kawasan ini. Arca ini kemudian diletakkan di atas bukit dan dibuatkan sebuah pendopo kecil untuk pemujaan umat, ada sekitar seratus anak tangga ke arca ini. Di bagian bawah pura Buruan ini terdapat sisa-sisa arca, ada yang masih dikenal dan juga ada yang sudah agak sulit difahami, karerna agak rusak dibagian bagian yang vital. Dengan ijin dan tuntunan pemangku setempat, pada pagi dan siang hari, umat pengunjung dan pemuja akan dituntun secara baik untuk melakukan pemujaan. Jangan lupa setiap sembahyang di pura atau di candi-candi di Bali untuk membuat sedikit sesajen dan juga menyertakan sesari sedikit di sesajen itu untuk dana punia bagi pemangku. Sesajen dapat di bantu oleh siapa saja di mana anda tinggal. Masyarakat Bali sangat menghormati tamu-tamu yang berpakaian adat sewaktu mengujnjungi tempat-tempat suci, jadi selalu dianjurkan untuk memiliki sepasang sarung dan dastar, atau bisa dipinjam atau di beli  dimana anda tinggal.

 

C. CANDI TEBING TEGALLINGGAH

Terletak di daerah Gianyar tidak jauh dari Buruan tanyakanlah lokasinya yang tepat pada Dinas Purbakala di Gianyar yang mudah dicari, arena candi ini terletak tidak jauh dari jalan raya utama, membelok sekitar 3 kilometer dari jalan raya tersebut. Mobil harus diparkir dekat warung setempat kemudian perjalanan dilanjutkan dengan petunjuk penduduk desa. Candi Tebing ini mirip yang berada di Gunung Kawi. Tampak Siring, namun terletak pada tebing yang ratusan meter dalamnya, suatu yang menakjubkan

 

D. CANDI GOA GAJAH

Yang terletak di daerah Gianyar Ubud dan kota Gianyar, terkenal sekali dan selalu masuk di dalam daftar pengunjung para wisatawan. Namun sedikit sekali yang mengetahui sejarah sebenarnya dari kawasan dan kompleks besar candi ini, yang mana pada masa dahulunya pastilah sebuah kompleks kerajaan semegah Trowulan. Masih banyak sisa-sisa peninggalan dari masa lalu yang terpendam di sekitar kawasan ini. Di Goa Gajah sendiri terdapat sebuah Arca Ganeshya dan di atas gua terdapat sisa percandian Buddha. Di tengah kedua lokasi ini terdapat pemandian indah dengan para apsara ( dewi-dewi ).  Dari buah dada mereka mengalir keluar air, mirip dengan candi di India dan di Jawa Timur (Pemakaman Raja Udayana. Harian Bali post menyebutkan Gianyar sebagai tambang emas Peninggalan Purbakala yang masih lemah pendokumentasianya). Daerah ini sangat kaya akan peninggalan-peninggala sejarah Purbakala. Situs-situs kuno bertebaran yang kalau ditata dalam suatu peta situs purbakala, akan menghasilkan “Trowulan” kedua. Bukan itu saja, namun hampir semua atau sebagian besar pura-pura yang ada dikawasan Gianyar baik yang berstatus khayangan jagat maupun tri-khayangan desa, mewarisi bukti-bukti sejarah. Setidaknya Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Propinsi Bali, NTB dan NTT mencatat di Gianyar terdapat 54 buah cagar budaya yang sudah di temukan, yang berada disepanjang wilayah Bedulu, Pejeng dan Tampak Siring.Demi pelestarian temuan-temuan benda purbakala, maka didaerah ini semenjak 14 September 1974 berdiri sebuah Museum Gendung Arca, museum lapangan ini menyimpan berbagai benda purbakala dari masa Pra-sejarah hingga masa klasik (sejarah). Termasuk didalam koleksinya terdapat cukup banyak kapak genggam, Sarkofagus (peti mati dari batu) dan benda-benda kuno yang berasal dari China pada masa Dinasti Ching.

Terdapat sekitar 54 buah cagar budaya seperti yang disebut diatas, di tujuh kecamatan. Dari jumlah ini, terbanyak berada di kecamatan Blahbatu. Di daerah ini hadir sekitar 20 situs, di antaranya Goa Gajah, Pura Samuan Tiga, Candi Tebing Tegal Linggah (sudah disebut di atas). Sementara itu dikecamatan Payangan terdapat dua situs berupa Sarkofagus, masing-masing di Bukian dan di Margatengah Desa Kerta, Pagangan. Di Kecamatan Sukawati dan Gianyar, masing-masing terdapat lima situs; di kecamatan Tampaksiring ada 17 situs diantaranya Candi Tebing Gunung Kawi yang fantastis, Pura Pusering Jagad, Pura Penataran Sasih, Candi Tebing Kerobokan dan Pura Pengukur Ukiran yang terkenal dengan Goa Garbanya. Selebihnya ada di Kecamatan Ubud (empat lokasi), Kecamatan Tegalalang (satu lokasi), yang paling tersohor sampai ke manca negara adalah situs Goa Gajah, Gn Kawi, Tirta Empul dan Pura Penataran Sasih yang terkenal dengan nekara perunggunya (disebut juga bulan Pejeng). Beberapa situs belum berpapan nama bahkan ada yang belum tercatat.

GEDUNG KOLEKSI KEPURBAKALAAN adalah sebuah kompleks yang terdiri dari beberapa bangunan. Gedung ini berada di perbatasan Desa Bedulu dan Desa Pejeng, Gianyar. Gedung ini seperti yang disebutkan di atas lebih terkenal dengan nama Museum Gedung Arca Suaka Paninggalan Sejarah dan Purbakala Bali, NTB dan NTT. Gedung ini merupakan sebuah museum lapangan yang memajang koleksi benda cagar budaya dari kurun waktu prasejarah ke zaman klasik. Di halaman tengah terdapat bangunan tempat dipamerkan koleksi sebanyak empat buah dengan kode bangunan abjad: A, B, J dan K. Gedung A memamerkan koleksi dari zaman prasejarah (Paleolithicum) seperti kapak genggam yang terkenal, yang ditemukan di Desa Trunyan dan di Desa Abang Kintamani, Bangli pada tahun 1961, 1962 dan 1965.

Di samping itu semua juga terdapat peninggalan dari masa berburu dan tingkat lanjut (epipalaeothic) yang terdiri dari serpihan-serpihan binatang, kerang laut dan sebagainya. Di Gedung B, terdapat peninggalan yang ditemukan di situs Gilimanuk pada tahun 1961 s/d 1963, berupa sisa-sisa zaman prasejarah seperti manik-manik tanah liat dan juga kerang laut bekas makanan, disamping berbagai alat-alat masak, sebuah tengkorak dan kepingan Kereweng. Di halaman Gedung C, D, E, F, G, H dan I terdapat tiga buah sarkofagus yang terbuat dari batu padas keras. Sebuah sarkofagus yang ditemukan di Amyarsari, Jembrana berornamen hiasan kemaluan wanita (yoni). Banyak sekali temuan berbagai sarkofagus bertebaran di gedung-gedung lainnya. Di gedung H, dipamerkan hasil-hasil replica dari zaman prasejarah dan zaman klasik (sejarah).

Peninggalan-peninggalan aslinya terdapat pada sejumlah Pura kuno seperti di Pura Penataran Sasih Pejeng, Pura Pengukur Ukiran Desa Sawa Gunung, Pejeng Kangin. Di gedung I, terdapat Arca Dwarapala (abad 8-13), lingga Shiwa, Arca Pretima Maharsi Agastya, Burung Garuda dan Lapik arca. Di gedung J, di pamerkan benda-benda dari dinasti Ching dan Ming, juga dari Eropa (abad ke XIX). Terakhir di gedung K, terdapat benda-benda masa klasik yang diperkirakan adalah warisan budaya dari sekitar abad VIII, XI, XII, sampai abad XVI. Hadir koleksi cakra yang terbuat dari perunggu, pretima talam perunggu, fragmen lampu abad XVI, dan arca perwujudan di museum ini.

 

E. BERBAGAI SITUS SEJARAH DAN PURBAKALA YANG TELAH DILACAK DI GIANYAR 

·         CANDI TEBING TEGALLINGGAH, BEDULU

·      GOA GAJAH BEDULU, BLAHBATU

·      BALAI PENYELAMAT BENDA-BENDA KUNO DI BEDULU

·      MUSEUM GEDUNG ARCA DI GIANYAR

·      PURA PENGASTULAN BEDULU dan PURA GUNUNG SARI WANAYU BEDULU

·      PURA BUKIT DHARMA KUTRI BURUAN

·      PURA TAMPAKSIDI PERING

·      PURA PUSEH DESA SABA

·      PURA SAMUAN TIGA BEDULU

·      PURA SANTRIAN BEDULU

·      PURA PTRA BETARA DESA dan PURA PENGUBENGAN BEDULU

·      PURA DALEM CELUK BURUAN

·      PURA GUNUNG SARI CELUK BURUAN

·      PURA BOTOAN PERING

·      PURA PUSEH BLANGSINGA

·      PURA KEJAKSAN BEDULU

·      PURA SUBAK KEDANGAN BEDULU

·      PURA BESAKIH, KERAMAH, BLAHBATU

·      CANDI TEBING GUNUNG KAWI, TAMPAKSIRING

·      PURA PUSERING JAGAT PEJENG

·      PURA PENATARAN SASIH PEJENG

·      PURA PEGENDING PEJENG

·      PURA BATAN KLENCUNG PEJENG

·      CANDI TEBING KEROBOKAN, PEJENG

·      PURA MASCETI SANDING, TAMPAKSIRING

·      CANDI TEBING KELEBUTAN dan CERUK PERTAPAAN PEJENG

·      PURA PENGUKUR-UKURAN dan GOA GERBA PEJENG

·      PURA PENATARAN PANGLAN, PEJENG

·      SARKOFAGUS PADANGSIGI, SANDING

·      PURA MANGENING, TAMPAKSIRING

·      PURA AGUNG BATAN BINGIN PEJENG

·      PURA PEGULINGAN BASANGAMBU, MANUKAYA

·      PURA PUSEH SANDING

·      PURA SAKENAN MANUKAYA

·      PURA PENATARAN BELUSUNG, PEJENG

·      SARKOFAGUS BUKIAN, PAYANGAN

·      SARKOFAGUS MARGA TENGAH DESA KERTA PAYANGAN

·      PURA LUMBUNG SUKAWATI

·      PURA HYANG TIBA BATUAN

·      GAPURA KUNO PURA PUSEH CANGGI BATUAN

·      PURA GANDALANGU TENGKULAK

·      PURA DESA DAN PUSEH BATUAN

·      PURA DESA PUSEH dan PURA TAULAN ABIANBASE

·      PURA SIBIH AGUNG LEBIH dan PURA SIBI ALIT LEBIH

·      PURA GADUH TEMESI

·      PURA PUSEH TEMESI

·      PURA PENATARAN, PETULU

·      PURA PUSEH MAWANG, UBUD

·      CANDI TEBING JUKUT PAKU, PETULU

·      PURA TELAGA WAJA, KENDRAN, TEGALALANG 

Demikian di atas lokasi-lokasi yang telah terdaftar di Dinas Purbakala setempat masih banyak yang terpendam di bawah tanah menunggu saatnya tiba untuk digali, juga masih banyak belum tercatat dengan baik. Sebenarnya di seluruh Bali masih banyak terdapat peninggalan arca-arca dan pusaka-pusaka kuno baik perorangan maupun diberbagai pura. Demi keamanan dari para semua pencuri benda-benda purbakala  ini tidak dapat di ekspos.

 

F. MUSEUM DENPASAR

Menyimpan berbagai data dan peninggalan kuno, museum yang terletak di pusat kota dan mudah dijangkau dengan kendaraan umum ini walib dikunjungi oleh pemerhati Hindhu Dharma. Tentunya para pakar arkeologi di berbagai universitas di Bali, menyimpan banyak data kepurbakalaan dari candi-candi ini. Di kompleks ini berjejer arca-arca Bali kuno, yang terbuat dari batu cadas dan sebagian terbuat dari tanah liat.

Dari tulisan-tulisan di balik arca-arca ini diketahui patung perwujudan Sri Astasurawatnabhumibanten, Raja Bali kuno yang terakhir dan amat disegani pada zamannya. Juga hadir arca Raja Jayapangus dan arca Raja Udayana dan Permaisurinya yang dibuat oleh Mpu Bega pada abad ke 11. Para raja-raja ini di arcakan sebagai “Dewa Pegunungan” yang sangat di hormati masyarakat sampai kini. Sedangkan Pura Pusering Jagad di desa Pejeng (Gianyar) diperkirakan sebagai pura kerajaan di zaman Bali masa silam, pura ini memiliki makna sebagai pusat atau sentral dari dunia di zaman tersebut (ari-ari), suatu hubungan antara buana alit dan buana agung (jagad-raya).

 

G. PURA SAKENAN

Terletak di pulau kecil bernama Serangan, leluhur penduduk Serangan menyebutkan bahwa kata Serangan berasal dari kata “sira angan” yang dalam bahasa Bali dapat berarti “siapa saja sayang”, namun pulau ini juga disebut “pulau emas” karena tanah dan pasir Pulau Serangan bagian Timur dan Tenggaranya kuning keemasan. Kta Sakenan berasal dari kata Sakya yang berarti menyatukan atau memfokuskan pikiran langsung ke Hyang Maha Esa.Dalam lontar “usana Bali”, di sebutkan bahwa pura Sakenan ini dibangun oleh Empu Kuturan (Empu Raja Keretha) pada masa pemerintahan Raja-ratu Masula-Masuli (Sri Dhana Dhirajalancana - Sri Dhana Dewiketu) pasangan suami istri yang memerintah Bali lebih kurang pada tahun 1178 s/d 1255.

Pura ini diperkirakan dibangun pada abad ke-12. Lebih kurang tahun 1489 Resi Agung Danghyang Nirartha sempat tinggal di Pulau Serangan, kemudian pada bagian Barat pantai Pulau Serangan, beliau kemudian membangun tempat suci Pura Dalem Sakenan. Pura Sakenan terdiri atas dua kompleks pura yaitu, pura Sakenan dan Pura Dalem Sakenan. Peninggalan purbakala yang terdapat di Pura Sakenan diantaranya adalah suatu prasada yang jarang terdapat di Bali. Wujud bangunan arsitekturalnya berupa persegi menara, mirip tunas yang yang bertingkat-tingkat dan terdiri dari kapur, bangunan ini disebut candi, dengan dua buah arca, berbagai gapura dan dua buah Arca Ghaneshya.

Arca-arca Ganeshya ini menunjukkan corak yang sama dengan yang ada di Pura Uluwatu. Pura ini dibangun demi kesatuan spiritual manusia dengan Yang Maha Tunggal. Penulis yakin masih banyak sisa-sisa candi-candi dan petilasan kuno yang belum ditemukan di Indonesia, khususnya di luar Jawa, seandainya sidang pembaca dapat menambah data-data di dalam tulisan yang teramat singkat ini, pastilah kita semua akan banyak menimba manfaat darinya. Kami tunggu partisipasi anda semuanya. Selain hal tersebut di atas, kami yakin sekali akan adanya kesalahan-kesalahan data, karena banyak kliping Koran yang kami koleksi (mengenai candi), telah kadaluarsa, bahkan korannya sudah ada yang tidak eksis lagi. Untuk itu sudilah mengirimkan koreksinya. Kami sendiri akan berupaya terus agar data-data di artikel kecil ini bisa bertambah, mudah-mudahan disuatu waktu nanti Hyang Maha Kuasa sudi memperkenankan kita semua untuk memelihara candi-candi kita di luar pulau Bali, sehingga umat Hindhu-Buddhis dapat lagi bersembahyang-puja di candi-candi warisan nenek moyang kita. Tanpa usaha kita bersama meyakinkan pemerintah daerah masing-masing, maka usaha ini hanya menunggu keajaiban dari-Nya semata-mata. Semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

 

 

kembali ke halaman utama Sejarah Candi                    kembali ke halaman induk Shanti Griya