SHANTIGRIYA

Sejarah Candi-Candi di Indonesia

 

V.  CANDI-CANDI DI JAWA TIMUR

Ciri-ciri khas yang membedakan candi-candi di Jawa Timur adalah:

1.       Bentuk bangunan yang ramping meninggi, makin keatas makin ramping (dampaknya adalah bentuk padmasari di Bali).

2.       Atapnya merupakan simbol perpaduan tingkatan.

3.       Puncaknya berbentuk Kubus (lingam).

4.       Tidak ada simbol-simbol makara, dan hanya ambang atas gapura saja yang berhiaskan kepala kala.

5.       Lukisan-lukisan pada relief candi sangat simbolis dan mirip dengan figur-figur Wayang.

6.       Letak candi kebanyakan menghadap kearah Barat dan terletak dibagian belakang lokasi percandian.

7.       Kebanyakan Candi terbuat dari batu bata merah.

 

A. CANDI BADUT

Terletak di daerah Dinoyo (Barat-Laut kota Malang), di candi ini ditemukan Prasasti berangka 760 masehi bertuliskan huruf-huruf Kawi dan Sansekerta. Prasasti ini menyatakan adanya sebuah kerajaan yang berpusat di kanjuruhan, pada abad ke-8, sekarang disebut Desa Kajuron. Pada zaman itu Rajanya disebut Gajayana, yang kemudian mendirikan tempat pemujaan bagi Resi Dewa Agastya. Konon Arca asli terbuat dari kayu Cendana yang kemudian diganti dengan Arca Batu Hitam, yang diresmikan pada tahun lebih kurang 760 dengan upacara oleh para pendeta yang piawai dan ahli Weda.

Pada upacara tersebut Sang Raja meyadnyakan Tanah-Sapi, budak-budak dan berbagai hadiah kepada para resi untuk dibawa ke ashram mereka. Di dalam candi terdapat sebuah Lingga (Putikeswara) yang mungkin adalah symbol Shiwa dalam Wujud Mahaguru. Menurut para ahli kepurbakalaan yang berdasarkan pada pengamatan dari sudut-sudut arsitektur maupun lambang-lambang, maka candi ini dibangun pada zaman Hindhu Mataram.

 

B. CANDI KIDAL

Terletak disekitar 7 kilometer disebelah Tenggara Candi Jago di daerah Pakis, diantara kota Malang dan Tumpang. Candi ini merupakan candi Hindhu pemujaan Shiwa, tempat menyimpan abu jenazah Raja Anusapati dari kerajaan Singosari. Bangunan ini mulai di pergunakan sebagai candi pada tahun 1248 M. Candi ini terbuat dari bebatuan alam, penuh hiasan-hiasan yang dipahat dengan indah. Denah berbentuk persegi empat dengan tangga yang menjorok.

Raja Anusapati adalah putra Ken Dedes dari Tunggul Ametung, beliau menjadi raja setelah meninggalnya ayah tirinya Ken Arok, dan raja ini memerintah selama 21 tahun (sekitar 1277 s/d 1248 M). Pada tahun 1248 inilah Anusapati dibunuh oleh saudara tirinya (putra Ken Arok) ketika sedang menyabung ayam. Anusapati kemudian di semayamkan di Candi Kidal dan diwujudkan dalam Arca Shiwa.

 

C. CANDI JAGO

Terletak di kilometer 18 arah Timur kota Malang, tepatnya di daerah Tumpang. Konon candi ini dibangun oleh Raja Kertanegara bagi Ayahandanya Raja Jaya Wishnu Wardana dari Singosari (1275-1300 M). Candi ini disebut juga sebagai Candi Tumpang, dan di naskah Negarakertagama disebut Jajaghu. Candi ini berarsitektur khusus mirip bentuk Kepunden, atapnya dahulu terdiri dari ijuk yang kini telah tidak ada lagi. Candi Jago ini dihiasi dengan berbagai pahatan yang terkesan mewah dan timbul relief-reliefnya ini. Pahatan-pahatan ini menggambarkan berbagai legenda utama mengenai fauna, hikayat Kunjarakanda, Arjuna dan Krisna, dengan relief-relief yang terkesan mirip wayang, dan mirip dengan relief yang hadir di Candi Panataran.

Juga ada bentuk bangunan yang mirip dengan suasana bale di Bali. Semula ada arca Wishnuwardana berwujud Amoghapasya yang berlengan tangan delapan. Arca-arca lain yang mengelilinginya adalah Bhrkuti, Symatara, Sudanekumara dan Kayagriwa yang pada saat ini disimpan di Museum Nasional di Jakarta. Sekitar tahun 1986, konon Raja Kertanegara mengirim sebuah arca Candi Jago ini ke Jambi agar dipuja oleh rakyat Melayu dengan Rajanya Dharmasyraya pada saat itu. Di halaman Candi Jago terdapat arca kecil Bhairawa yang mungkin adalah wujud Adityawarman ketika masih berstatus Maharajadiraja di kerajaan Majapahit. Setelah berstatus Maharajadiraja di Swarnadwipa, Raja Adityawarman kemudian membangun Arca Bhairawa yang besar di Jambi. Sebuah Arca Manjusri yang terdapat di Candi Jago menyebutkan nama Raja Adityawarman yang lahir dari keluarga Majapahit (Raja-Wanita).

 

D. CANDI SINGASARI

Terletak sekitar 10 kilometer dari kota Malang, dan merupakan pemujaan dewa Shiwa yang yang besar dan tinggi bentuknya, banyak reruntuhan yang terdapat di komplek Singosari ini. Candi ini konon dibangun untuk memuliakan Raja Kertanegara sebagai Bhairawa. Beliau juga dimuliakan di Candi Jawi sebagai Shiwa dan Buddha, dan di Sagala bersama permaisurinya Bajradewi sebagai Jina (Wairocana dan Locana). Candi ini dibangun tinggi mirip menara dengan fondasi dasar yang tinggi, pintu masuk berornamen kala. Gaya Singosari konon terlihat jelas pengaruhnya di Kerajaan Minangkabau, pada Arca Bhairawa di Sungai Langsat (Bukit Tinggi). Sedangkan Arca Kendedes sebagai perwujutan Dewi Prajnaparamita yang sangat cantik jelita menawan melambangkan kebijaksanaan agung, sekarang berada di Museum Nasional.

 

E. CANDI JAWI

Terletak di kaki Gunung Welirang, Jawa Timur, merupakan makam Raja Kertanegara, raja Singosari yang tersohor itu, dibangun sesuai dengan tradisi Shiwaisme.

Menurut Kakawin Negarakertagama, candi ini dibangun oleh Raja Kertanegara itu sendiri. Bagian bawah bercorak Shiwais dan puncaknya bergaya Buddhis. Di bagian dalam hadir Arca Shiwa yang sangat indah dan Aksobhya diatas mahkotanya, yang sudah raib pada saat ini. Candi ini pernah dipugar pada tahun 1331, karena rusak disambar petir. Beberapa arca seperti Ardhanari, Brahma, Ganesya dan yang lainnya masih utuh, sedangkan Arca Shiwa Mahadewa tinggal kepalanya saja.

 

F. CANDI PANATARAN

Terletak 11 kilometer dari kota Blitar, di Desa Panataran, Kecamatan Nglegok, Daerah tingkat II, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Candi yang tinggal sisa-sisanya ini tinggal masih memiliki dua Arca Dwarapara raksasa penjaga pintu. Luas percandian ini lebih kurang 180 x 60 meter, terbagi dalam tiga halaman. Pada halaman paling barat tedapat tiga bangunan utama dengan teras-terasnya, kemudian ada bangunan utama yang berupa candi indah yang sering disebut candi Angka Tahun karena diatas pintu masuk terdapat pahatan angka 1291 Saka (lebih kurang 1369). Candi ini dikenal umum sebagai Candi Panataran. Pada halaman tengah hadir Candi Naga sebagai bangunan yang paling dominan. Ada ular besar yang di pahat diatas tubuh candi ini. Kemudian hadir candi induk yang berarsitektur tiga tingkat. Pada tingkat pertama terdapat relief Ramayana dengan adegan Anoman mengamuk di Langka. Pada tingkat ke dua di ukir cerita Krishnayana, mengisahkan legenda Krisna dan Istrinya Rukmini. Di tingkat tiga hadir pahatan naga dan singa bersayap yang amat indah. Ada dua pemandian dengan angka 1337 Syaka (1415 M) di bagian halaman Timur dan Barat.

 

G. CANDI RIMBI

Terletak di Desa Pulosari, Kecamatan Bareng, Daerah Tingkat II, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Dibangun kira-kira pada abad ke-14, dan terbuat dari Batu Alam. Dahulu ada Arca Parwati dalam wujud Tribuana, namun saat ini arca tersebut ada di Museum Nasional. 

 

H. CANDI SUMBERAWAN

Terletak di wilayah Singosari, di sebelah utara kota Malang.Untuk mencapainya harus menempuh jarak sekitar 7 kilometer melewati jalan yang terletak di sebelah Barat Candi Singosari. Jalannya agak berbatu-batu, namun penduduk desa Sumberawan yang ramah-tamah akan menunjukkan lokasi candi yang terletak di tengah-tengah pematang sawah, kurang lebih 1 kilometer dari desa tersebut. Tidak banyak data yang ada sehingga sejarah candi ini agak gelap, namun ada petunjuk sedikit di Negarakertagama bahwa candi ini diibaratkan tempat tinggal para Bidadari karena banyak sumber mata air yang mengelilinginya. Candi ini berbentuk Stupa namun tidak ditemukan arca.

 

I. KOMPLEKS PERCANDIAN BELAHAN

Terletak di lereng gunung Penanggungan, suatu lokasi yang tidak begitu mudah untuk dicapai, sebaiknya melalui Mojosari - Mojokerto.  Dari  pertigaan  Japanan  (Porong,  dekat  Surabaya)  ke  Watu Kosek    Mojosari.

 Di dekat perkuburan Tionghoa Watu Kosek terdapat sebuah jalan yang mendaki ke Penanggungan. Sebagian perjalanan dapat menggunakan kendaraan, biasanya harus ditempuh dengan berjalan kaki, namun sebaiknya ada penduduk yang mengantar agar tidak tersesat. Kompleks ini masih tersisa 2 buah pintu gerbang yang pernah dipugar ahli Belanda De Haan, istana sudah tidak eksis lagi namun sisa-sisa dinding masih berserakan. Bangunan lainnya yang harusnya ada, adalah pertapaan, kolam air, saluran air, pemandian Belahan II & Prasada Silungkang. Ada pemandian Belahan I. Prasada Silungkang diperkirakan adalah persemayaman abu jenazah Raja Airlangga. Pada bagian Barat kolam terdapat dinding batu bata berhiaskan tiga buah arca, sebagian arca utama  adalah Wishnu diatas Garuda, arca yang terbuat dari batu berwarna merah ini berukuran 110 cm (lebar) dan 190 (tinggi). Pada tahun 1915 arca ini dipindah ke Trawas, selanjutnya sampai kini disimpan di Museum Mojokerto. Arca ini adalah seni arca yang master-piece sifatnya. Di kanan dan kiri Sri Wishnu ini hadir dua arca dewi yaitu Sri dan Laksmi (para shaktinya Dewa Wishnu).

Ketiga arca ini kemungkinan adalah perwujutan dari Raja Airlangga (Erlangga) dan kedua istrinya, masing-masing putri Dharmawangsa dan selir yang bernama Sri Maharaja Garasakan. Dari buah dada para dewi ini mengalir air, simbol kemakmuran. Namun sayang lokasi ini dipergunakan para penduduk untuk mencuci pakaian dan disebut Watu Tetek. Ada batu berukir yang terdapat didekat pemandian Belahan ini, yang melukiskan rembulan yang berlubang di tengah-tengahnya. Bulan ini dipeluk oleh mahluk raksasa. Ada tiga orang yang melayang di bawah sang rembulan ini. Prasasti ini mungkin sekali adalah Candra Sangkala (bulan = 1, resi = 7, mulut Rahu berlubang badan) = 9, setelah dibalik jadi angka 971 Syaka atau 1094 M. Mungkin tanggal tersebut adalah wafatnya Raja Erlangga. Pemandian penting ini wajib dikunjungi mereka-mereka yang berjiwa petualang dan spiritual sekaligus.

 

J. CANDI SIMPING

Disebut juga candi Sumberjati, terletak didesa Sumberjati, Kecamatan Surah Wadang, Daerah Kademangan, Blitar Selatan. Dari arah Blitar kita ke jalan raya ke Tulung Agung, setelah melewati jembatan sungai Brantas, melintas ke kiri melalui jalan desa, penduduk setempat cukup faham lokasinya. Saat ini candi Simping masih dalam keadaan berupa reruntuhan, namun pada saatnya, merupakan persemayaman abu jenazah Raden Wijaya (1293 – 1309 M), negeri kerajaan Majapahit dalam perwujudannya sebagai Hari-Hara (gabungan Wishnu dan Shiwa). Candi ini disebut-sebut di naskah Negarakertagama, dan direnovasi oleh Raja Hayamwuruk pada tahun 1285 Syaka (1363 M), kontruksi gambar yang dibuat oleh Dinas Kepurbakalaan menggambarkan candi ini indah dan ramping meninggi.

 

K. CANDI BOYOLANGU

Lokasi candi ini agak jauh dari kota Blitar, tepatnya dari Blitar ke Tulung Agung, di perempat Tanaman, membelok ke jurusan Popoh (ada angkutan umum), beberapa kilometer kemudian ada papan petunjuk oleh Dinas Kepurbakalaan, Candi Boyolangu (400 meter dari tanda tsb.). Melalui desa, kita akan sampai kelokasi candi ini yang kerusakannya cukup memprihatinkan. Candi ini merupakan makam Gayatri yang juga bergelar Sri Rajapatni, beliau adalah seorang putri Kertanegara, Raja terakhir Singosari. Keempat Tantri Kertanegara menikah dengan Raden Patah, Gayatri konon adalah yang termasur dan yang paling jelita.

Candi ini memiliki candi induk yang berukiran ruangan luas sekitar 10 x 10 meter, dan dua bangunan kecil disebelah kiri dan kanannya. Ada arca tanpa kepala, diperkirakan sebagai arca Sri Rajapatni yang diberkati oleh Pendeta Jnyanawidi. Peninggalan Majapahit lainnya yang dapat ditemukan sejauh ini adalah: CANDI KALI CILIK, KATES, PANATARAN, PLUMBANGAN, (semuanya di Blitar); CANDI JABUNG di Probolinggo, CANDI SURAWANADI di Pare (Kediri), TIGOWANGI di Pare, beserta CANDI JEDUNG dan PARI. Karya agung Majapahit yang dahulunya berupa ibukota Majapahit dalam keadaan reruntuhan dan agak terpugar adalah:

 

L.KOMPLEKS TROWULAN

Sekitar 30 kilometer dari Surabaya ke arah Mojokerto, terdapat reruntuhan kota kuno, yang pembuatannya sangat mirip dengan kota kuno di peradaban Mohanjo-Daro di India kuno, lengkap dengan kolam renang yang lebih luas dari ukuran Olympic, berbagai tempat ibadah, pemakaman, candi-candi pemujaan, keraton yang telah hilang dan sebagainya. Singkatnya sebuah masterpiece yang tidak ada tandingannya lengkap dengan sungai bawah tanah yang pernah menjadi pusat Nusantara terletak di sini, setiap hari konon ada penjarahan di sini, juga umat yang ingin melakukan puja dicandi-candi dilarang oleh penguasa-penguasa setempat bahkan dengan tanda-tanda larangan tertulis dan lain sebagainya. Namun pada saat ini dibangun sebuah Wihara Buddhis yang indah di sebelah utara desa yang disebut Wihara Jijong. Seluruh kompleks ini merupakan wilayah sekitar ratusan hektar dan terbelah dua oleh jalan raya Jombang-Mojokerto. Lengkapnya  Desa Trowulan dapat dikunjungi dengan becak pada saat ini terdapat sisa arkeologi seperti dibawah ini:

Di sebelah utara jalan raya Jombang-Mojokerto terdapat: Kompleks Candi Brahu(tempat pembakaran jenazah, candi untuk pelaksanaan kremasi), sebelumnya terdapat Kedung Wulan, sebuah daerah penuh reruntuhan sebelum Candi Brahu ini dan juga area lapangan Bubat (Bong). Kemudian disebelah selatan jalan raya tersebut di atas, agak kekanan terdapat Reruntuhan Gapura yang disebut Wringin Lawang, yang berbentuk Candi Bentar. Berjalan sedikit membelah Jalan Brawijaya dan Jalan Putri Campa maka kita akan sampai ke makam Putri Campa dan Banyutowo, dan di depannya terhampar kolam Segaran Trowulan yang luas sekali.

Di samping kiri kolam ini terdapat Museum Trowulan dengan koleksi topeng Gajah Mada dan disebelah kanan terdapat Candi Menak Jinggo. Di sebelah Selatan kolam ini terdapat Candi Bajang Ratu, yang merupakan salah satu candi yang masih tersisa di kompleks trowulan ini.  Di sebelah kiri candi terdapat Pendopo Agung, Sumur Upas dan Pemakaman (kuburan) Troloyo, dan disebelah kiri Candi Bajang Ratu ini terdapat Candi Tikus, Candi Jabung dan Candi Ngrimbi.

Kompleks ini sebaiknya diteliti dan dikunjungi secara perlahan-lahan karena sangat mengagumkan pembuatan hasil nenek moyang kita ini yang terkesan sudah mampu membuat sebuah kota yang sedemikian apik tata kotanya lengkap dengan kanal buatan dan parit-parit serta system sanitasi yang sederhana namun teratur dengan baik. Sebaiknya mengujungi dan menyaksikan sisa –sisa kebesaran Hindu-Buddha ini, yang terbengkalai karena kurangnya dana pemerintah, kalau saja umat Hindu-Buddha se Indonesia dapat membujuk pemerintah, kita bisa membangun kembali suasana dahulu itu sebagai warisan bersejarah kepada cucu-cucu kita untuk membuktikan betapa jayanya kita dahulu sewaktu dunia barat masih tertidur di dalam peradabannya yang rendah. Bagi umat Hindu-Buddha yang ingin bersembahyang silahkan berkunjung ke rumah dan pura Eyang Suryo, yang mendirikan sebuah komplek pura kecil yang dinamakan Pura Majapahit.

Beliau pada saat tulisan ini dibuat berusia sekitar 58 tahun, mengaku sebagai ahli waris terakhir kerajaan Majapahit. Beliau hidup dengan segala kesederhanaan namun ke arah dedikasi untuk mengembalikan kejayaan nenek moyangnya. Pintu depan dan puranya selalu terkunci dari luar, namun melakui tetangganya atau dengan memanggil, mudah-mudahan beliau akan menyambut penuh keramah-tamahan. Nomor HP Beliau adalah 081-1302776, juga 081-235-28451, Fax No.0355-325041. Alamat lengkap beliau adalah PURI SURYA MAJAPAHIT (WILATIKTAPURA), Jalan Bayawijaya/Putri Campa 13-67 Kolam Segaran, Trowulan (Mojokerto).

Semua warga desa bahkan sampai ke jalan raya termasuk tukang becak mengenal beliau dan menghormatinya dengan baik, kecuali mereka-mereka yang suka mengacau acaranya, karena beliau dianggap tidak sefaham dengan mereka. Silahkan berkunjung dengan memuja Sang Hyang Widhi di puranya yang sederhana namun sakral. Keseluruhan kompleks Trowulan harus dikunjungi umat Hindu-Buddha, inilah rekomendasi penulis, namun  tidak ada penginapan di sini, jadi hotel hanya terdapat di Jombang dan satu dua di Mojokerto, dan di Nganjuk atau Surabaya (60 km dari Trowulan).

 

 

kembali ke halaman utama Sejarah Candi                    kembali ke halaman induk Shanti Griya