SHANTIGRIYA

Sejarah Candi-Candi di Indonesia

 

II. CANDI-CANDI DI NUSANTARA

 Berbagai candi-candi di tinggalkan oleh nenek moyang Hindu di Nusantara ini, ada yang berada dalam keadaan hancur lebur, ada yang terlantar dan ada yang hampir habis terjarah, namun ada juga yang telah dipugar dan telah dijaga dengan cukup baik. Namun begitu semua umat Hindhu-Buddha di luar Bali, tidak dapat melakukan Puja Sembahyang dengan baik di candi-candi ini. Sering sekali kita dihadang dan dilarang dengan atau oleh berbagai peraturan kepurbakalaan atau oleh oknum-oknum pejabat seperti di kawasan kompleks Trowulan, bahkan di sini ada oknum-oknum dari agama lain yang selalu menteror umat Hindhu.

Di balik itu kemungkinan penjarahan berjalan terus, dan berbagai larangan mungkin dibuat karena bisa mengganggu penjarahan di lahan yang amat luas ini. Para pejabat setempat pura-pura menutup matanya. Namun di Borobudur, Prambanan dan juga Mendut, sedikit demi sedikit upacara-upacara pemujaan dapat dilaksanakan, misalnya upacara Waisak setiap bulan Mei di Borobudur dan Mendut serta Kalasan, dan sekarang upacara Nyepi dapat di laksanakan di kompleks Prambanan.

Korupsi jelas terihat dalam penjualan tiket masuk di kompleks-kompleks ini, namun umat Hindhu-Buddha ternyata mandul dan tidak bisa berbuat apa-apa karena seluruh candi-candi kecuali yang ada di Bali, dikuasai oleh pemerintah dengan dalih pelestarian peninggalan nenek moyang, tanpa mautahu aspirasi umat Hindhu-Buddha di Indonesia dan dari pelosok dunia yang seharusnya dapat beribadah di tempat-tempat suci ini, sama seperti di India, China, Kamboja dan berbagai negara lainnya. Di negara-negara ini selain pelestarian oleh pemerintah, upaya masyarakat untuk melestarikan, mencari dana dan sembahyang puja sangat di hargai oleh pemerintah setempat.

Dengan hancurnya Perekonomian negara pada saat ini, maka negara sudah hampir tidak sanggup lagi menjaga dan melestarikan berbagai warisan, sudah waktunya umat Hindhu dan Buddha bersama-sama menggalang dana dan suara, dan secara ahimsa berjuang melalui dirjen Hindhu-Buddha untuk mendapatkan kembali hak mengelola, melestarikan dan bersembahyang  di berbagai candi-candi ini, daripada membangun berbagai pura dan mandir baru, yang merupakan karya-karya sakral peninggalan nenek moyang yang tidak ada tandingannya ini. Kalau kita bersatu dan beritikad baik, mungkin tahun-tahun ini pemerintah dapat “dibujuk” untuk mengerti dan memahami kaumnya yang minoritas namun adalah pewaris agama leluhur, kalau tidak, lihat apa yang telah terjadi di situs sakral Prasasti Batu Tulis, yang sempat menghebohkan karena digali oleh menteri agama yang tidak berwenang sama sekali, apapun itikadnya bukan milik umatnya, melainkan adalah warisan Hindhu yang seharusnya dilestarikan dipuja umat Hindhu-Buddha bersama-sama.

Semoga tulisan kecil dibawah ini merangsang umat Hindhu-Buddha, khususnya yang masih muda mempelajari mengenai agama kita yaitu Sanatana Dharma (kesatuan Hindhu-Buddha dsb.). Apalagi candi-candi ini ternyata menyimpan bukan saja ajaran dan arca-arca yang fantastis tidak kalah mutunya dari India, namun juga menyimpan falsafah-falsafah yang “sirna” karena tidak dipuja lagi. Marilah kita sama-sama berjuang untuk mendapatkan kembali hak-hak kita untuk berpuja di candi-candi kita sambil melestarikan dan mendanai kembali pemugarannya. Om Sarwam bhutam manggalam, Om Shanti-Shanti-Shanti, OM TAT SAT.

 

kembali ke halaman utama Sejarah Candi                    kembali ke halaman induk Shanti Griya